Meneropong Arah Baru Investasi Bank di Tahun 2026
Investasi Bank. Source: Accurate Online
EmitenNews.com - Kinerja fundamental empat bank terbesar di Indonesia—sering disebut sebagai Big Four—pada Triwulan III 2025 menunjukkan fondasi keuangan yang sangat kuat.
Ketahanan ini didukung oleh lingkungan makroekonomi domestik yang stabil, di mana Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tumbuh pada level 5,04% year-on-year (YoY).
Pertumbuhan PDB yang stabil ini menjadi landasan utama bagi sektor perbankan untuk mendorong ekspansi kredit, terutama di segmen konsumer dan UMKM. Optimisme ini juga tercermin dari tingginya Indeks Orientasi Bisnis Perbankan (IBP) yang berada di zona optimis pada Triwulan III 2025, mencapai level 65.
Di tengah kondisi makro yang stabil, Bank Indonesia (BI) mengambil langkah strategis dengan memangkas BI-Rate (suku bunga acuan) menjadi 4,75%. Secara edukasi, keputusan ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan suku bunga pinjaman dan deposito perbankan.
Bagi bank, penurunan suku bunga acuan menciptakan dinamika yang kompleks: di satu sisi, hal ini mendorong volume ekspansi kredit (pinjaman) dalam 3-6 bulan mendatang; namun, di sisi lain, muncul potensi tekanan pada Net Interest Margin (NIM) atau selisih antara bunga pinjaman dan bunga simpanan.
Bank cenderung dipaksa untuk menurunkan suku bunga pinjaman yang mereka tawarkan lebih cepat daripada penurunan biaya dana yang mereka tanggung.
Dalam skenario suku bunga rendah ini, bank yang paling tangguh mempertahankan profitabilitas adalah bank dengan struktur pendanaan paling efisien.
Efisiensi ini diukur melalui rasio CASA (Current Account Savings Account), yang merupakan dana pihak ketiga (tabungan dan giro) yang biayanya murah dan tidak sensitif terhadap perubahan suku bunga acuan.
Di sinilah Bank Central Asia (BBCA) menunjukkan keunggulan struktural yang signifikan, mencatatkan rasio CASA tertinggi di 83,80% pada Q3 2025.
Keunggulan ini memungkinkan BBCA menekan biaya bunga secara dramatis, menghasilkan Net Profit Margin (NPM) TTM terbaik di 50,47%.
Kontrasnya, bank yang lebih bergantung pada dana mahal, seperti Bank BNI (BBNI) dengan rasio CASA 65,60%, memiliki bantalan yang lebih tipis untuk menyerap tekanan suku bunga rendah.
Oleh karena itu, kunci untuk mempertahankan kualitas laba di tahun 2026 adalah efisiensi struktural pendanaan yang tinggi , di samping pertumbuhan pendapatan operasional yang kuat—di mana BBRI memimpin dengan Revenue TTM Rp 158,23 triliun.
Disclaimer: Tulisan ini bukan ajakan jual/beli, tapi bahan diskusi biar lo makin pinter atur strategi. Do Your Own Research (DYOR)!
Related News
Efisiensi The Big Banks: Mengapa Margin Laba BBCA Sulit Tertandingi?
Battle Fundamental 4 Emiten Bank ‘The Big Four’: Mana Jagoanmu?
ICBP vs Asing Net Buy: Intip Analisis Fundamentalnya Yuk!
Mungkinkah Manajemen GOTO yang Baru Bisa Jadi Aset Tak Ternilai?
Membaca Pergerakan Datar IHSG 3 Desember 2025 secara Fundamental
Benarkah GOTO Lebih Mahal dari Grab dan Sea Group?





