Mengapa Telkom (TLKM) Kalah Dalam Lelang Spektrum 1,4 GHz?

ilustrasi lelang frekuensi
EmitenNews.com -Jujur, ini sama sekali bukan berita bagus tentang PT Telkom -BUMN yang Tbk dan salah satu perseroan andalan Danantara-.
Menyusul tersingkirnya timnas Garuda di babak kualifikasi Piala Dunia 2026 di Arab Saudi, Telkom pun ikut gagal dalam proses lelang spektrum 1,4 GHz yang diselenggarakan oleh Komdigi pada bulan Oktober ini.
Ada faktor “4 si” dari regulator Komdigi yang harus dipenuhi operator telco untuk melayani jasa nirkabel atau wireless, yaitu: lisensi, spektrum frekuensi, standarisasi, dan uji layak operasi. Walaupun operator mengantongi lisensi, namun tanpa spektrum frekuensi; sampai “lebaran gajah” pun, ia muskil membangun bisnisnya.
Di era pita lebar internet nirkabel saat ini, no spektrum is no bisnis!
Teknologi BWA (broadband wireless access) adalah inovasi teknologi alternatif; sebagai komplementer, atau bahkan diprediksi akan menjadi substitusi dari sistem akses kabel serat optik.
Dengan penerapan BWA di spektrum frekuensi 1,4 GHz ini, maka penggelaran akses internet pita lebar akan jauh lebih cepat, green dan ramah lingkungan. Pada gilirannya, akan menjadikan internet lebih memasyarakat.
Konsep "Internet murah untuk rakyat," adalah solusi jitu memenuhi kebutuhan masyarakat di era digital. Goalnya pun jelas: usable (bermakna), affordable (terjangkau) and empowering (memberdayakan).
Terlebih dari itu, pemerataan akses internet ke seluruh pelosok Nusantara adalah pengejawantahan dari Perpres No.96 tahun 2014, tentang Rencana Pita Lebar Indonesia.
Sungguh ironis, Telkom kalah bersaing dalam lelang spektrum frekuensi di pita 1,4 GHz tersebut. Operator telco digital milik negara dan tertua di Indonesia, bagaikan demam panggung dalam berkompetisi.
Telkom luput memaknai betapa strategisnya sumber daya frekuensi bagi penggelaran sistem akses digital yang berwawasan lingkungan dan merawat bisnis masa depan.
Bung, kalah tender itu hal biasa; tapi kalau yang kalah itu BUMN Telkom Danantara, ini adalah stori yang luar biasa.
Seperti diberitakan media, lelang spektrum frekuensi 1,4 GHz yang diselenggarakan Komdigi dibagi dalam 3 (tiga) regional layanan, yakni: Regional 1 mencakup Pulau Jawa, Papua dan Maluku; Regional 2 meliputi Sumatera, Bali dan Nusa Tenggara; dan Regional 3 untuk layanan Kalimantan dan Sulawesi.
Pesertanya pada tingkat akhir adalah: PT Telkom Indonesia, Tbk; PT Telemedia Komunikasi Pratama (anak perusahaan PT. Solusi Sinergi Digital Tbk / Surge); dan PT Eka Mas Republik, pemilik provider MyRepublic.
Kontes lelang untuk Regional 1 (“golden zone”) dimenangkan oleh Surge, dengan penawaran tertinggi Rp403,764 M. Penawaran Telkom Rp399,763 M dan MyRepublic Rp331,776 M.
Regional 2 (“supporting zone”) pemenangnya adalah MyRepublic (Rp300,888 M). Telkom menawar Rp259,999 M; dan Surge Rp136,714 M.
Sedangkan untuk Regional 3 (“prospect zone”) kembali dimenangkan oleh MyRepublic (Rp100,888 M) diikuti Telkom (Rp80,054 M) dan Surge Rp64,411 M).
Begitulah, kisah nestapa telah terjadi. Telkom terkesan tidak tampil all out dalam kontes lelang tersebut. Menyia-nyiakan peluang masa depan dan tidak percaya diri pada segala kelebihan yang dimilikinya.
Masyarakat tentu kecewa, karena tradisi kejuangan dan layanan Telkom selama ini dipercaya sebagai jaminan sumbangsih terbaik bagi bangsa dan negara.
Related News

Strategi Utang $2,54 M: Peluang Diversifikasi atau Jebakan Kurs?

Dampak Pergerakan Indeks Luar Negeri terhadap Pasar Saham Indonesia

Penertiban Saham Gorengan dan Pentingnya Upaya Bersama

BEI Kaji Penyesuaian Free Float 30% untuk Emiten IPO, Apa Dampaknya?

Bagaimana Market Marker & Liquidity Provider Menghidupkan Pasar Modal?

Obligasi Danantara: Kupon Rendah, Sinyal Kuat atau Tanda Waspada?