EmitenNews.com - Putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat dinilai janggal. Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas Feri Amsari mempertanyakan sikap MK, yang semestinya membatalkan UU itu bila dinyatakan menyalahi konstitusi dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam putusannya MK memberikan waktu 2 tahun untuk memperbaiki UU Ciptaker itu.

 

Dalam keterangannya kepada pers, Kamis, Feri Amsari menyatakan, jika dianggap menyalahi ketentuan konstitusi dan UU 12 Tahun 2011, kenapa tidak dibatalkan dari sekarang agar pembuat UU memperbaiki. Kekosongan hukum tidak mungkin terjadi karena MK dapat memberlakukan peraturan yang lama. Menurut dia, MK semestinya membatalkan UU Cipta Kerja karena tenggat waktu dua tahun untuk memperbaiki UU tersebut dapat menyebabkan ketimpangan berbahaya. 

 

Kendati demikian, Feri Amsari menilai, putusan MK tersebut juga merupakan kemenangan bagi publik karena MK telah menyatakan ada masalah dalam pembentukan UU Cipta Kerja. "Putusan ini akan membuat DPR dan Pemerintah harus berhati-hati dalam membuat UU. Tidak mengabaikan tahapan dan tata cara pembentukan UU yang dalam berbagai praktik terjadi, misalnya UU Ciptakerja, UU KPK, dan UU Minerba."

 

Seperti sudah ditulis, Mahkamah Konstitusi memutuskan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional secara bersyarat. Putusan itu dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dalam sidang uji formil UU Cipta Kerja yang disiarkan secara daring, Kamis (25/11/2021). UU Ciptaker ini dinilai tidak memegang asas keterbukaan pada publik. Jika dalam jangka waktu dua tahun tidak dilakukan perbaikan, MK menyatakan otomatis inkonstitusional bersyarat secara permanen.

 

"Menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan ini diucapkan," kata Anwar Usman.

 

MK dalam pertimbangannya, menilai, metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas apakah metode tersebut, pembuatan UU baru atau melakukan revisi. MK juga menilai, dalam pembentukannya, UU Cipta Kerja tidak memegang asas keterbukaan pada publik meski sudah melakukan beberapa pertemuan dengan beberapa pihak. Namun, pertemuan itu dinilai belum sampai pada tahap substansi UU.

 

Begitu pula dengan draf UU Cipta Kerja juga dinilai Mahkamah tidak mudah diakses oleh publik. Oleh karena itu, MK menyatakan, UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat selama tidak dilakukan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun setelah putusan dibacakan. Apabila dalam jangka waktu dua tahun tidak dilakukan perbaikan, UU Cipta Kerja tersebut otomatis dinyatakan inkonstitusional bersyarat secara permanen. ***