EmitenNews.com - Optimisme merupakan salah satu fondasi utama dalam dinamika pasar saham. Tanpa optimisme, pasar akan kehilangan likuiditas, keberanian mengambil risiko menurun, dan aktivitas investasi melambat. Optimisme mendorong investor melihat peluang di tengah ketidakpastian dan menjadi pemicu utama pertumbuhan pasar modal. Namun, optimisme hanya akan menjadi kekuatan positif apabila ditopang oleh data dan analisis yang memadai.

Masalah muncul ketika optimisme berkembang tanpa dasar empiris. Dalam kondisi ini, optimisme tidak lagi berfungsi sebagai pendorong rasional, melainkan berubah menjadi sumber distorsi pengambilan keputusan. Investor cenderung mengedepankan keyakinan subjektif dibandingkan fakta objektif, sehingga pasar rentan terhadap pembentukan harga yang tak mencerminkan nilai wajar.

Ketika Narasi Mengalahkan Angka

Optimisme tanpa data sering kali lahir dari dominasi narasi. Cerita tentang potensi pertumbuhan, rencana ekspansi, atau proyeksi masa depan yang terdengar menjanjikan dengan mudah mengalahkan laporan keuangan yang sebenarnya menunjukkan keterbatasan. Dalam banyak kasus, secara impulsif (spontan) investor lebih tertarik pada kisah “akan menjadi besar” dibandingkan kondisi perusahaan saat ini.

Narasi memang penting dalam pasar saham, tetapi ketika tidak diimbangi dengan angka, ia berpotensi menyesatkan. Laba yang stagnan, arus kas negatif, atau tingkat utang yang kian menggunung sering kali dianggap sebagai persoalan sementara. Padahal, justru data-data tersebut yang seharusnya menjadi dasar utama dalam menilai kelayakan suatu investasi.

Bias Psikologis di Balik Optimisme Berlebihan

Optimisme tanpa data tidak dapat dilepaskan dari faktor psikologis investor. Salah satu bias yang paling dominan adalah confirmation bias, di mana investor hanya memilih informasi yang sejalan dengan keyakinannya. Data yang bertentangan diabaikan, sedangkan informasi pendukung diperbesar perannya.

Selain itu, overconfidence juga berperan signifikan. Ketika investor beberapa kali meraih keuntungan, muncul ilusi bahwa keberhasilan tersebut murni hasil kemampuan analisis, bukan faktor keberuntungan atau kondisi pasar. Kepercayaan diri berlebihan ini mendorong investor mengambil risiko yang lebih besar, sering kali tanpa analisis tambahan yang memadai.

Efek Ikut-Ikutan dan Ilusi Keamanan Kolektif

Fenomena herd behavior atau perilaku ikut-ikutan memperparah optimisme tanpa data. Investor merasa lebih aman ketika bergerak bersama mayoritas. Lonjakan harga saham dianggap sebagai validasi bahwa keputusan kolektif tersebut benar. Dalam kondisi ini, rasa takut tertinggal (fear of missing out) menjadi pendorong utama keputusan investasi.

Padahal, pergerakan harga yang didorong oleh sentimen kolektif sering kali tidak berkelanjutan. Ketika sentimen berubah, investor yang masuk tanpa dasar analisis menjadi pihak yang paling rentan. Harga saham dapat terkoreksi tajam, sedangkan investor tidak memiliki pegangan rasional untuk menentukan langkah selanjutnya.

Realitas Pasar: Data Selalu Mengejar Harga

Pasar saham memang dapat bergerak irasional dalam jangka pendek. Namun, dalam jangka menengah dan panjang, kinerja fundamental perusahaan akan kembali menjadi penentu. Optimisme tanpa data pada akhirnya akan diuji oleh laporan keuangan, realisasi kinerja, dan kemampuan perusahaan memenuhi ekspektasi pasar.

Ketika realisasi tidak sesuai harapan, koreksi harga sering terjadi secara cepat dan agresif. Investor yang masuk berdasarkan optimisme kosong biasanya terlambat menyadari perubahan ini. Tanpa dasar data, keputusan jual menjadi emosional, sering kali dilakukan saat harga sudah turun signifikan.

Peran Media dan Opini Pasar

Media dan analis pasar memiliki pengaruh besar dalam membentuk persepsi investor. Judul yang terlalu optimistis, proyeksi yang minim penjelasan metodologi, serta opini yang tidak disertai data komprehensif dapat memperkuat optimisme tanpa dasar. Investor perlu membedakan antara analisis berbasis fakta dan sekadar opini yang bersifat spekulatif.

Sikap kritis menjadi keharusan. Tidak semua pandangan pasar memiliki bobot analitis yang sama. Investor yang tidak melakukan verifikasi mandiri berisiko terjebak dalam euforia sesaat yang dibangun oleh narasi populer.