Lebih lanjut Bustami menilai, penanganan hak tagih negara atas dana BLBI oleh Satgas BLBI masih belum berjalan secara optimal.

 

Hal ini terlihat dari piutang negara yang terdapat pada obligor BLBI tercatat sebesar Rp30.470.191.881.577,90 (Rp.30,47 triliun) per 31 Desember 2022.

 

Sementara piutang negara yang terdapat pada debitur sebesar Rp38.900.044.590.177,30 (Rp38,90 triliun) dan USD 4.545.685.360,74 (USD 4,54 miliar).

 

“Mengingat bahwa penugasan Satgas BLBI hanya sampai akhir tahun 2023 maka Satgas BLBI harus bekerja keras dan menarik seluruh piutang negara sebelum masa tugas berakhir,” jelasnya.

 

“Kami berpendapat, untuk melakukan penagihan terhadap pihak perbankan atas penunggakan kewajibannya, diperlukan peningkatan kewenangan yang diberikan kepada Satgas BLBI ini,” ujar Bustami yang juga Senator asal Lampung ini.

 

Di tempat yang sama, anggota DPD DKI Jakarta, Fahira Idris mendukung agar Satgas BLBI ini dapat diperpanjang masa tugasnya agar dapat menyelesaikan hak tagih atas dana BLBI.

 

“Kami ingin mengetahui sejauh mana implementasi PP No.28/2022 tentang Pengurusan Piutang Negara oleh Panitia Urusan Piutang Negara pada penyelesaian piutang negara khususnya terkait dengan BLBI, dan juga bagaimana implementasi mengenai ancaman satgas BLBI yang akan memblokir akses keuangan obligor/debitur pada kasus BLBI ini,” imbuhnya.

 

Senada dengan Ketua Pansus, Anggota Pansus lainnya yang merupakan Senator NTB, Evi Apita Maya juga ingin agar penyelesian hak tagih negara atas BLBI ini dapat segera terselesaikan melalui Satgas BLBI.


“Kami hadir untuk bersinergi dengan Satgas BLBI dalam rangka penyelesian hak tagih negara dan kami mendukung agar Satgas BLBI dapat berlanjut jika pada akhir tahun 2023 penyelesaian hak tagih ini belum selesai,” kata Apita.