Peluang Investasi Emiten di Tengah Pemangkasan BI Rate: Strategi Jitu!
lambang Bank Indonesia.DOK/ISTIMEWA
Jasa Marga (JSMR) memiliki posisi unik sebagai operator tol terbesar di Indonesia. Dengan EBITDA margin yang tinggi, perusahaan ini menunjukkan stabilitas arus kas yang kuat, yang sebagian besar berasal dari operasional tol. Meski DER JSMR relatif tinggi, hal ini wajar mengingat sifat bisnis infrastruktur yang membutuhkan modal besar di awal untuk proyek pembangunan. Dengan proyek tol baru yang terus berkembang, JSMR diperkirakan akan mengalami peningkatan pendapatan signifikan dalam jangka panjang.
Waskita Karya (WSKT) dan Adhi Karya (ADHI), dua emiten konstruksi terkemuka, juga menawarkan potensi yang menarik, meskipun mereka memiliki rasio utang yang lebih tinggi. Dengan penurunan BI rate, emiten-emiten ini akan diuntungkan oleh biaya pinjaman yang lebih rendah, yang pada gilirannya dapat membantu mereka mengurangi beban finansial dan meningkatkan profitabilitas proyek-proyek besar yang sedang berlangsung.
Relevansi dengan Value Investing:
Bagi investor value seperti Lo Kheng Hong dan Warren Buffett, sektor infrastruktur menawarkan prospek jangka panjang yang stabil dan arus kas yang dapat diprediksi. Infrastruktur jalan tol, misalnya, menawarkan pendapatan berulang dari pengguna jalan, yang menjadikannya bisnis yang mudah diprediksi. Model bisnis ini sejalan dengan prinsip-prinsip value investing, yang mencari perusahaan dengan arus kas yang kuat dan fundamental yang solid.
- Sektor Properti: Pemulihan Pasar Perumahan yang Didorong Suku Bunga Rendah
Salah satu sektor yang paling sensitif terhadap perubahan suku bunga adalah sektor properti. Penurunan BI rate akan menurunkan suku bunga KPR, yang pada akhirnya meningkatkan permintaan akan rumah dan properti komersial. Emiten seperti Ciputra Development (CTRA) dan Summarecon Agung (SMRA) diuntungkan dari tren ini.
Analisis Fundamental:
Ciputra Development (CTRA) adalah salah satu pengembang terbesar di Indonesia dengan proyek properti yang tersebar di seluruh negeri. PER CTRA yang rendah dibandingkan dengan nilai properti yang dimiliki oleh perusahaan menunjukkan potensi undervaluation yang signifikan. Laba bersih CTRA terus tumbuh, seiring dengan permintaan yang kuat dari segmen perumahan menengah ke atas.
Summarecon Agung (SMRA) juga memiliki portofolio yang luas dan beragam, yang mencakup perumahan, komersial, dan pusat perbelanjaan. PBV SMRA yang lebih rendah dari rata-rata industri menunjukkan bahwa saham ini bisa saja diperdagangkan di bawah nilai intrinsiknya, menjadikannya peluang yang menarik bagi investor yang mencari potensi pertumbuhan jangka panjang.
Relevansi dengan Value Investing:
Properti adalah salah satu aset riil yang sangat dihargai oleh Buffett dan Lo Kheng Hong, terutama karena sifatnya yang nyata dan berwujud. Ketika properti diperdagangkan dengan harga yang lebih rendah dari nilai intrinsiknya, inilah yang menjadi momen emas bagi investor value untuk masuk.
Strategi Investasi Berdasarkan Penurunan BI Rate
Penurunan BI rate membuka peluang besar di berbagai sektor. Perbankan, konsumsi, infrastruktur, dan properti adalah sektor-sektor yang diuntungkan dari kebijakan moneter yang lebih longgar ini. Bagi value investor, ini adalah waktu yang tepat untuk mencari saham-saham undervalued yang memiliki fundamental kuat, manajemen yang solid, dan prospek jangka panjang yang cerah.
Related News
Tekstil Ilegal, Bagaimana Bea Cukai dan Industri Lokal Bersinergi?
Bulan Baik dan Bulan Buruk dalam Berinvestasi Saham, Memang Ada?
Menyelam Sambil Minum Air dengan Fasilitas Pinjam Meminjam Efek (PME)
Strategi Jitu Berinvestasi Saham Saat PPN Jadi 12 Persen
Dibalik Euforia Saham, Investasi atau Judi Terselubung?
Jika Bursa Efek Indonesia Buka 24 Jam