Tanggal Distribusi : 6 Januari 2023

 

Mendengar kata wine, pikiran orang biasanya melayang ke negara-negara produsennya di benua Eropa seperti Prancis dan Italia. Namun, sejak hampir dua dekade silam, Indonesia sukses memproduksi wine menggunakan buah anggur lokal. Orang yang punya nyali menantang kemapanan wine asing itu adalah Ida Bagus Rai Budiarsa, seorang putra Bali. Mengusung merek Hatten Wines, Gus Rai, sapaannya, memproduksi wine lokal itu di Bali. Hingga kini, ia sukses melahirkan berbagai varian wine seperti rose wine, white wine, red wine dan sparkling wine.

 

Kisah Hatten Wines bermula saat Gus Rai usai merampungkan pendidikannya di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, 1990. Sebagai putra mahkota bisnis keluarga yang memproduksi minuman fermentasi arak beras atau lebih dikenal dengan nama brem Bali, ia langsung pulang kampung dan meneruskan usaha yang dirintis ayahnya sejak 1968 itu. “Tanggung jawab sebagai anak laki-laki tertua,” ujar dia dalam satu wawancara.

 

Brem Bali bermerek Dewi Sri yang diproduksi keluarganya memang sukses dibesarkan ayahnya. Bahkan, ayahnya juga yang memodernisasi proses produksinya dengan menggunakan mesin pada 1974 seiring dengan permintaan pasar yang meningkat pesat.

 

Tanpa mau menyebut modal awalnya, Gus Rai menceritakan ia membangun pabrik wine bersebelahan dengan pabrik brem milik keluarga. “Awalnya, semua masih sederhana, dilakukan secara manual, mesin pendinginnya saja yang modern,” katanya. Merek Hatten Wines dipilih sebagai bendera produknya. Hatten merupakan nama pemberian rekan bisnisnya yang diambil dari bahasa Jepang yang berarti “berkembang”.

 

Produk wine pertama yang diluncurkan adalah jenis rose wine, minuman anggur berwarna merah muda yang diproduksi karena bahan baku yang tersedia di Bali jenis Alphonse Lavalle yang di masyarakat umum dikenal sebagai anggur hitam Singaraja dan biasanya dikonsumsi langsung sebagai buah segar. Rose wine dari segi rasa juga mirip white wine yang banyak diminati pasar. Hingga tahun 2000, Hatten hanya memproduksi jenis rose. Gus Rai mengakui, selain bahan baku, persoalan izin juga menjadi salah satu kendala.