Selama hampir satu dekade terakhir, Pulau Salat telah menjadi surga orang utan yang indah, dengan pohon buah-buahan melimpah dan sungai yang airnya mengalir. Sungai ini sekaligus berfungsi sebagai penghalang alami, pelindung primata dari para pemburu liar yang sewaktu-waktu bisa muncul.


SSMS membeli sebagian dari Pulau Salat pada tahun 2016, dan mendedikasikan area tersebut untuk rehabilitasi dan prapelepasliaran orang utan sebagai bagian dari proyek remediasi dan kompensasi RSPO. Selain itu, SSMS menanggung sebagian dari biaya BOSF untuk kegiatan pemeliharaan dan pemantauan pulau tersebut.


Sejauh ini, Pulau Salat telah menampung 100 orang utan yang diselamatkan untuk adaptasi dan rehabilitasi. Sebanyak 50 orang utan di antaranya telah berhasil dikembalikan ke alam liar sejak 2016.


APKSM, sebagai anggota RSPO dan Fortasbi, menyambut baik kesempatan untuk menjadi salah satu petani swadaya pertama yang berkontribusi dalam perlindungan orang utan dengan mengkontribusikan manfaat insentif dari dana Kredit RSPO.


Widodo, Manajer Kelompok APKSM kelompok tani mengungkapkan, bagaimana akhirnya ia sadar akan pentingnya keberadaan Pulau Salat dalam menjaga keseimbangan dan pelestarian hutan. Itu dirasakannya, saat mengunjungi wilayah tersebut, melewati sungai dan hutan, ditingkahi pemandangan alam liar berisi burung-burung, monyet, dan orang utan, dan lain sebagainya.


“Kami pikir hanya manusia yang bisa menjaga hutan, ternyata orang utan adalah bagian penting dari pelestarian hutan. Atas nama APKSM, asosiasi petani swadaya bersertifikat RSPO, saya berterima kasih kepada BOSF dan PT. SSMS yang telah melibatkan kami dalam proses perlindungan orang utan yang akan kami lanjutkan di tahun-tahun berikutnya,” kata Widodo.


Rukaiyah Rafik, Kepala Sekretariat Fortasbi, yang juga hadir dalam acara prapelepasliaran tiga individu orang utan itu, mengatakan, keterlibatan APKSM dalam perlindungan orang utan dapat menjadi contoh bagi semua pihak dalam mata rantai kelapa sawit. Khususnya petani swadaya di Indonesia.


“Kami menunjukkan kepada dunia bahwa petani swadaya dapat memainkan peran penting dalam pemulihan dan perlindungan alam. Mereka hanya perlu dilibatkan dan dididik tentang pentingnya menjaga dan memulihkan alam,” katanya.


Inisiatif ini juga menunjukkan bagaimana pembeli dapat terlibat dalam proyek konservasi, melalui pembelian Kredit RSPO. Dengan adanya dana Kredit RSPO dari pembeli kelapa sawit, kata Rukaiyah Rafik, APKSM mampu berkontribusi dalam perlindungan orang utan Kalimantan.


Bagusnya, dari kunjungan tersebut tercetus keinginan memanfaatkan kekuatan petani kecil untuk perlindungan hewan. Setelah proyek kerja sama awal untuk konservasi orang utan ini, Fortasbi, APKSM dan SSMS kini mencari peluang serupa lainnya untuk melindungi spesies langka lainnya di Indonesia, seperti gajah dan harimau.


Fortasbi secara aktif menjajaki peluang untuk menghubungkan petani kecil dengan LSM atau perusahaan lain yang terlibat dalam konservasi hewan. Semua pihak percaya bahwa petani skala kecil, yang jumlahnya jutaan di seluruh Indonesia, juga dapat menjadi kekuatan dahsyat untuk konservasi, begitu mereka mendapat informasi yang tepat tentang menyeimbangkan produksi dengan konservasi.


Dengan semangat itu, Fortasbi mengajak lebih banyak petani kecil Indonesia untuk terlibat dalam proses pembelajaran sehingga dapat memperdalam keterlibatan mereka dalam inisiatif perlindungan hewan. Terutama untuk mencegah kepunahan hewan yang dilindungi sebagai bagian dari menjaga lingkungan dan mendukung bisnis berkelanjutan. ***