EmitenNews.com - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) memproyeksi kebutuhan gas Kalimantan mencapai 999,21 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) pada 2027. Selain itu, kebutuhan gas industri Kalimantan diperkirakan mencapai 229 MMSCFD. Lonjakan kebutuhan gas industri itu, menyusul pengembangan bisnis wilayah tersebut sangat pesat. 

Nah, guna memenuhi lonjakan permintaan itu, beragam proyek infrastruktur gas sedang direncanakan dan dilaksanakan. Salah satunya pembangunan jaringan pipa gas bumi Kalimantan (Trans Kalimantan) untuk memenuhi kebutuhan gas bumi sektor industri, pembangkit listrik, hingga jaringan gas rumah tangga, dan komersial. 

Di samping itu, Perusahaan Gas Negara alias PGN (PGAS) bekerja sama dengan National Energy Solutions (NES) mendatangkan Liquefied Natural Gas (LNG) dari fasilitas likuifaksi di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, guna memastikan ketahanan energi nasional, dan memenuhi permintaan terus meningkat. 

Berdasar data dan fakta itu, Julianto Direktur Surya Biru Murni Acetylene (SBMA), melihat peluang besar untuk meningkatkan kinerja. Perseroan optimistis dapat mencatat pertumbuhan positif pada 2025, sejalan pertumbuhan industri Kalimantan. Perusahaan berencana memfokuskan investasi pada tiga aspek utama, yaitu pengembangan pasar, diversifikasi produk, dan penguatan sumber daya manusia. 

Kemudian, perseroan mengandalkan peningkatan kapasitas utilitas pabrik, ekspansi ke sektor-sektor potensial seperti minyak dan gas, pertambangan, dan medis. Dengan strategi itu, perseroan berharap dapat berkontribusi dalam memenuhi lompatan kebutuhan gas industri Kalimantan, sekaligus memperkuat posisi pasar industri gas nasional.

Menurut Salvian Fernando, Investment Analyst BNI Life Insurance menyatakan, Surya Biru Murni mencatat pertumbuhan kinerja keuangan solid hingga kuartal ketiga 2024. Pendapatan perusahaan mencapai Rp96,6 miliar, meningkat 17,74 persen dibanding periode sama 2023 senilai Rp82,1 miliar. Secara historis, perseroan menunjukkan pertumbuhan pendapatan stabil dengan CAGR sebesar 9,52 persen dari 2019 hingga 2023. 

Itu mencerminkan ekspansi bisnis konsisten seiring lonjakan permintaan industri terhadap gas industri produksi perusahaan. Laba bersih tumbuh 103,96 persen menjadi Rp9,7 miliar dari edisi sama 2023 senilai Rp4,8 miliar. Menilik tren historis, laba bersih hanya tumbuh dengan CAGR 0,48 persen periode 2019–2023. Pertumbuhan laba melambat itu, tersebab peningkatan beban operasional dengan CAGR sebesar 7,34 persen tempo lima tahun terakhir.

Return on Equity (ROE) tercatat 4,33 persen, meningkat dibanding episode sama 2023 sebesar 2,22 persen. Return on Assets (ROA) juga menanjak menjadi 3,43 persen dari periode sama 2023 di level 1,73 persen. Itu mencerminkan efektivitas perusahaan dalam mengelola aset untuk menghasilkan laba. Secara valuasi, perseroan memiliki Book Value Per Share (BVPS) sebesar Rp241, saat ini berada di level Rp114. 

”So, dengan demikian, perseroan memiliki potensi return sebesar 120 persen jika sahamnya dapat mencapai nilai buku tersebut, memberikan daya tarik tersendiri bagi investor yang mencari peluang investasi sektor gas industri,” tukas Salvian. (*)