PT DKI Perberat Hukuman Hakim Agung Nonaktif Gazalba Saleh
Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh. Dok. Tribunnews.
EmitenNews.com - Makin berat hukuman untuk Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis terdakwa kasus korupsi itu menjadi 12 tahun penjara. Hakim juga menghukumnya membayar uang pengganti Rp500 juta, dan denda Rp500 juta. GS terbukti menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus penanganan perkara di Mahkamah Agung.
Petikan amar putusan Nomor 35/PID.SUS-TPK/2024/PT DKI yang diunduh dari laman Direktori Putusan MA RI di Jakarta, Kamis (26/12/2024): “Menyatakan terdakwa Gazalba Saleh telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan TPPU yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan kumulatif pertama dan kumulatif kedua.”
Putusan tingkat banding PT DKI Jakarta, yang dibacakan pada Senin (16/12/2024) itu, oleh hakim ketua Teguh Harianto serta Subachran Hardi Mulyono, Sugeng Riyono, Anthon R. Saragih, dan Hotma Maya Marbun masing-masing sebagai hakim anggota.
Majelis hakim PT DKI Jakarta menghukum Gazalba Saleh membayar uang pengganti Rp500 juta, paling lama satu bulan setelah putusan inkrah, subsider dua tahun penjara. Selain itu, hakim memutuskan dia juga dihukum untuk membayar denda Rp500 juta subsider empat bulan penjara.
Dengan demikian, Gazalba Saleh dinyatakan terbukti melanggar Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP, serta Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukum Gazalba Saleh 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider empat bulan penjara. Tetapi, dalam putusannya itu,pengadilan tingkat pertama tidak menjatuhkan vonis uang pengganti kepada Gazalba Saleh.
Majelis hakim banding PT DKI Jakarta tidak sependapat dengan pertimbangan majelis hakim pengadilan tingkat pertama. Terutama menyangkut bahwa tidak ada uang negara yang diperoleh atau dinikmati oleh Gazalba Saleh dengan cara melanggar hukum, sehingga tidak ada pidana tambahan uang pengganti.
Majelis hakim pengadilan tinggi menilai, penjatuhan pidana tambahan tidak hanya berdasar kepada adanya kerugian negara atau uang negara yang diperoleh maupun dinikmati oleh terdakwa, tetapi juga terhadap uang atau barang gratifikasi yang diperolehnya.
Majelis hakim tingkat banding menyatakan, Gazalba Saleh dan pengacara bernama Ahmad Riyad terbukti menerima gratifikasi berupa uang senilai Rp650 juta. Dari total uang tersebut, Gazalba Saleh menerima bagian sejumlah Rp500 juta.
Uang gratifikasi tersebut terkait dengan pengurusan perkara kasasi pemilik Usaha Dagang Logam Jaya, Jawahirul Fuad yang mengalami permasalahan hukum mengenai pengelolaan limbah B3 tanpa izin pada tahun 2017.
Majelis hakim PT DKI Jakarta menyatakan, perbuatan Gazalba Saleh menerima gratifikasi itu termasuk dalam kategori suap karena berhubungan dengan jabatan yang berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya sebagai hakim agung.
Pasal 18 ayat (2) UU 31/1999 menyebutkan, perbuatan tersebut dapat dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti yang jumlahnya paling banyak sama dengan nominal yang diperoleh Gazalba Saleh dari Jawahirul Fuad, yakni Rp500 juta.
Menurut majelis hakim banding, Gazalba Saleh sebagai hakim agung seharusnya memberi contoh dan teladan yang baik, serta meningkatkan kepercayaan publik dan para pencari keadilan terhadap MA RI.
Jaksa mendakwa Gazalba Saleh menerima gratifikasi dan melakukan TPPU dengan total nilai Rp62,89 miliar. Rincian gratifikasi senilai Rp650 juta serta TPPU yang terdiri atas 18.000 dolar Singapura (Rp216,98 juta), Rp37 miliar, 1,13 juta dolar Singapura (Rp13,59 miliar), USD181.100 (Rp2 miliar), dan Rp9,43 miliar dalam kurun waktu 2020-2022.
Menurut JPU, uang gratifikasi diduga diterima bersama-sama dengan pengacara Ahmad Riyad selaku penghubung antara Jawahirul Fuad dan Gazalba. Uang hasil gratifikasi tersebut dijadikan dana TPPU untuk pembelian mobil mewah, tanah atau bangunan, membayarkan pelunasan kredit pemilikan rumah, dan menukarkan mata uang asing. ***
Related News
Puncak Pergerakan Penumpang via Pesawat Terjadi pada 22 Desember
Miris! 95 Persen Pekerja Migran Indonesia Alami Masalah di Luar Negeri
3 Tersangka Kasus PPDS Anestesi Undip, Terancam 9 Tahun Penjara
BGN Tegaskan Tidak ada Pelibatan Ormas dalam Program Makan Bergizi
Jadi Tersangka, Hasto Kristiyanto Nyatakan Siap Terima Risiko
Kurangi Kemacetan Rute Puncak Bogor, Kemenhub akan Sediakan Bus Khusus