EmitenNews.com - Maraknya penjatahan investor dengan 1 lot saham, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kini tercatat memberlakukan SEOJK Nomor 25/SEOJK.04/2025 terbaru pada 17 November 2025 lalu.

Adapun, regulasi ini membawa sejumlah perubahan baru terkait alokasi saham dalam penawaran umum perdana (IPO), terutama untuk meningkatkan porsi investor ritel yang selama ini dinilai kurang mendapat penjatahan lot yang adil.

Andrian Wijaya, salah satu pengamat Pasar Modal Indonesia dikutip dari akun venturewise menilai aturan terbaru tersebut menjawab masalah klasik dalam mekanisme pooling. 

“Memang selama ini kan dalam pooling hanya segelintir pihak saja yang mendapatkan saham, karena bebas mengajukan penawaran. Dengan adanya SE baru ini, investor ritel jadi punya hak memiliki saham IPO lebih banyak dari sebelumnya,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Kamis (4/12).

Menurut Andrian, SEOJK terbaru mengubah porsi alokasi penjatahan terpusat dari pertigaan bagian menjadi setengah bagian untuk ritel. Ia juga mengucapkan adanya batas pemesanan maksimal 10 persen dari nilai efek yang ditawarkan. 

Jika pemesanan melebihi batas, sistem akan menolak dan mengembalikan kepada calon investor, “Di sinilah letak perbedaannya, karena pada regulasi sebelumnya tidak diatur mengenai batas pemesanan maksimum ini.”

Dalam penjelasan sederhananya, Andrian menggambarkan aturan baru melalui simulasi. Jika sebuah perusahaan menjual saham untuk menghimpun dana Rp100 miliar, maka satu investor hanya boleh memesan maksimal Rp10 miliar.

Ia mencontohkan IPO RLCO dengan target dana Rp105 miliar yang secara teori mengikuti batas tersebut sekitar maksimal Rp10,5 miliar. 

Namun, perlu diketahui bahwa IPO RLCO belum masuk cakupan aturan baru karena prospektusnya terbit sebelum SEOJK efektif.

Dengan perubahan besar ini, pasar IPO diperkirakan memasuki fase baru yang lebih kompetitif sekaligus lebih merata. Investor ritel yang sebelumnya banyak mengeluh hanya kebagian “1–2 lot” kini berpotensi memperoleh alokasi yang lebih layak. 

Di sisi lain, para bandar alias investor dengan dana besar harus beradaptasi dengan pembatasan baru yang akan mengurangi keleluasaan mereka dalam memborong saham di tahap penawaran perdana saham. (*)