Seberapa Kuat dan Sustain Kah Laba Bank Mandiri? Cek Fundamentalnya!
Mengurai Kekuatan dan Keberlanjutan Laba Bank Mandiri (BMRI) Q3 2025. Source: IDX Channel
EmitenNews.com - Analisis investasi fundamental yang matang tidak pernah berhenti pada sekadar pengumuman laba. Pada Q3 2025, Bank Mandiri (BMRI) mencatatkan capaian luar biasa dengan Laba Bersih Trailing Twelve Months (TTM) sebesar IDR 51,495.53 Triliun. Angka ini bukan sekadar rekor; penggunaan metrik TTM adalah kunci untuk membedah kualitas laba.
TTM berfungsi untuk menormalisasi dampak fluktuasi musiman yang inheren dalam bisnis perbankan—seperti lonjakan kredit akhir tahun atau pengakuan provisi yang tidak merata—sehingga memberikan gambaran daya menghasilkan laba (earnings power) BMRI selama satu siklus bisnis penuh.
Posisi BMRI sebagai salah satu penghasil laba terbesar di bursa mencerminkan keunggulan franchise value yang dimilikinya, yakni kemampuan untuk menarik dan mempertahankan nasabah serta mendominasi segmen pasar utama.
Menguji Daya Tahan: EPS dan Titik Optimisme Investor
Dampak langsung dari laba triliunan tersebut tercermin dalam Earnings Per Share (EPS) sebesar Rp 551.74.
Dalam model valuasi yang sensitif, seperti Discounted Cash Flow (DCF) atau Earnings Power Valuation (EPV), EPS adalah pondasi utama. Bagi investor, pertanyaan kritikalnya adalah: apakah Rp 551.74 ini merepresentasikan peak earnings (puncak laba) yang sulit untuk diulang, atau justru merupakan bagian dari tren pertumbuhan sekuler yang didorong oleh fondasi struktural?
Optimisme akan muncul jika laba ini terbukti disokong oleh transformasi digital BMRI yang mengurangi Cost-to-Income Ratio (CIR) dan perbaikan kualitas aset (kredit macet/NPL) yang membebaskan provisi.
Investor yang berpandangan dalam akan membandingkan EPS ini dengan rata-rata EPS selama lima tahun terakhir untuk mengukur volatilitas dan keberlanjutan laba.
Efisiensi Modal Kelas Dunia: ROE 16.40% Menggambarkan Penciptaan Nilai Ekonomis
Metrik Return on Equity (ROE) adalah indikator paling jujur mengenai efisiensi manajemen dalam mengelola modal yang dipercayakan pemegang saham. Dengan ROE fantastis sebesar 16.40%, BMRI menempatkan dirinya dalam jajaran bank berkinerja terbaik, bahkan melampaui standar regional dan global.
Keunggulan ROE ini harus selalu diuji melalui perbandingan dengan Cost of Equity (CoE)—tingkat pengembalian minimum yang diminta oleh investor untuk mengkompensasi risiko.
Jika CoE BMRI diperkirakan berada di kisaran 11% - 13% (berdasarkan model Capital Asset Pricing Model atau CAPM), maka ROE 16.40% menghasilkan economic value added yang substansial. Ini berarti, untuk setiap Rupiah modal yang diinvestasikan, BMRI mampu menghasilkan return yang jauh melebihi harapan pasar.
ROE yang tinggi ini juga menjadi penentu teoretis dari Sustainable Growth Rate (SGR)—tingkat pertumbuhan laba yang dapat dipertahankan BMRI tanpa perlu mencari modal eksternal baru, asalkan payout ratio (dividen) dipertahankan pada tingkat tertentu.
Valuasi Pasar: P/E 8.86x dan Skeptisisme yang Tersembunyi
Kinerja laba dan efisiensi ini diterjemahkan menjadi valuasi pasar melalui Price to Earnings (P/E) Ratio sebesar 8.86x pada harga saham Rp4.890.
Secara tradisional, P/E di bawah 10x untuk institusi keuangan dengan franchise value yang kuat dan ROE di atas 15% sering diinterpretasikan sebagai undervalued atau fairly valued di batas bawah.
P/E 8.86x secara sederhana berarti pasar hanya bersedia membayar Rp8.86 untuk setiap Rupiah laba tahunan yang dihasilkan BMRI. Diskon P/E ini—terutama jika P/E rata-rata kompetitor industri berada di kisaran 12x - 15x—dapat mengindikasikan adanya persepsi risiko yang terselubung di benak investor, seperti kekhawatiran terhadap kenaikan Non-Performing Loan (NPL) di masa depan atau potensi cyclicality laba yang tinggi.
Analisis yang tajam selanjutnya harus mengalihkan fokus dari kekuatan laba menjadi kualitas laba—seberapa besar laba tersebut didorong oleh bisnis inti (kredit) versus pendapatan non-inti (seperti penjualan aset atau gain transaksional) yang kurang berkesinambungan.
Related News
Tertarik Beli Saham Papan Akselerasi? Cek Kriteria Fundamentalnya!
ISSI vs. Blue Chip: Likuiditas Pindah Kapal, Saatnya Ganti Strategi?
Membaca Noise Pasar: Koreksi Harga vs Fundamental Solid BBRI
Toba Pulp Lestari dan LBP: Apa Itu Shadow Governance Risk?
Ulasan Pasar: Kenapa Bank Besar Akan Jadi 'Bintang Utama’ di Awal 2026
Tren Pasar Jelang Akhir Tahun: Apa yang Perlu Diwaspadai Investor?





