EmitenNews.com - Bank Indonesia (BI) memperkirakan upaya menjaga stabilitas rupiah masih akan menghadapi tantangan berat berupa ketidakpastian yang membuat nilai tukar rupiah diperkirakan masih akan berfluktuatif dan mengalami tekanan akibat penguatan dolar AS.


"Pergerakan nilai tukar rupiah pada tahun 2024 dan 2025 masih akan dipengaruhi oleh kebijakan bank sentral utama. Termasuk kebijakan Presiden Trump di Amerika Serikat dan dinamika konflik geopolitik," kata Direktur Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia, Triwahyono dalam pelatihan jurnalis di Banda Aceh akhir pekan ini.


Berdasarkan data BI, selama 2024 rupiah melemah Rp695 atau terdepreasi 4,51 persen. "Sedangkan sepanjang Janurari 2025, rupiah melemah sebesar Rp250 atau terdepresiasi 1,55 persen karena setimen politik dan global," ucap Triwahyono, seperti dilansir KBRN, RRI.


Dia juga mengatakan, tujuan Bank Indonesia adalah mencapai stabilitas nilai tukar rupiah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. BI melakukan upaya stabilitas nilai tukar rupiah sesuai fundamentalnya melalui intervensi di pasar valuta asing (valas).


Intervensi valas dilakukan pada transaksi spot, transaksi Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) dan transaksi Surat Berharga Negara di pasar sekunder. "Upaya BI menjaga stabilitas nilai tukar rupiah tercermin dari volatilitas yang terjaga dibandingkan negara lainnya," ujar Triwahyono.


Awal 2025, mata uang dolar AS cenderung menguat dan mencapai level terkuat pada 13 Januari di level 109,96. Sehingga rupiah dan mata uang negara-negada emerging market lainnya mengalami pelemahan.


"Secara fundamental rupiah bisa lebih kuat dari sekarang. Tapi ada faktor yang tidak ada kaitannya dengan ekonomi Indonesia, yang mempengaruhi nilai tukar rupiah," kata Tri Wahyono.


Dia menyebut perang dagang yang dilancarkan Trump melalui kenakkan tarif dan keinginan Trump agar dolar AS tetap menjadi yang terkuat (strong dolar). Dua fenomena itu membuat nilai tukar masih fluktuatif dan sukar diprediksi.


Sementara Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai nilai tukar rupiah masih memiliki daya tahan yang kuat. Utamanya dalam menghadapi ketidakpastian global, dibandingkan dengan mata uang negara lain di Asia


"Rupiah dari sisi volatilitas bukan yang paling tidak stabil, justru mata uang Baht Thailand yang paling tidak stabil. Memang ada risiko global, tapi ada faktor fundamental di dalam negeri yang harus diperkuat untuk menjaga stablitas rupiah," ujar Josua.


Menurutnya, tekanan terhadap rupiah berpotensi masih berlanjut, tapi rupiah diperkirakan masih akan tetap stabil. Stabilitas ditopang langkah-langkah yang dilakukan BI dan fundamental ekonomi Indonesia yang cukup baik.


Akhir pekan, Jumat (8/2/2025) rupiah menguat 0,36 persen (58 poin) ke posisi Rp16.282 per dolar AS. Rupiah menguat setelah Bank Indonesia mengumumkan cadangan devisa meningkat di bulan Januari 2025 menjadi 156,1 miliar dolar AS.(*)