EmitenNews.com - Revisi Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan segera dimulai. Pemerintah bersama DPR segera mengusulkan revisi UU Ketenagakerjaan sebagai respons atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berkomitmen taat dengan putusan MK.

Kepada pers usai Peresmian Layanan Pencatatan Social Enterprise dalam Sistem AHU Online Jakarta, Rabu (13/11/2024), Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan usulan revisi tersebut seiring dengan komitmen pemerintah yang akan taat dengan putusan MK.

"Jadi sudah clear. Nantinya revisi UU Ketenagakerjaan yang diusulkan harus dipisahkan dari UU Ciptaker," ucap politikus Partai Gerindra itu.

Terkait dengan aturan besaran atau formulasi upah minimum provinsi (UMP) yang akan berlaku pada Januari 2025, Menteri Supratman menuturkan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) nantinya akan mengeluarkan Peraturan Menaker (Permenaker) terlebih dahulu karena situasinya mendesak.

Dengan begitu untuk aturan UMP pada tahun depan, tidak akan menunggu revisi UU Ketenagakerjaan yang akan diusulkan.

Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Adies Kadir mengatakan Pimpinan DPR RI bakal menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023 terkait soal permintaan kepada DPR RI untuk membuat UU tentang Ketenagakerjaan yang baru.

"Kita harus lihat konteksnya, konteksnya seperti apa, dan apa undang-undang seperti apa yang harus kita gol-kan," kata Adies Kadir kepada pers, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (1/11/2024).

DPR perlu membicarakan terlebih dahulu mengenai poin-poin dalam putusan tersebut. Pimpinan DPR RI juga bakal menyampaikan hal itu ke Badan Legislasi DPR RI dan komisi terkait.

Selain itu, permintaan untuk pembentukan UU tersebut juga perlu mempertimbangkan terhadap program pemerintahan yang baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.

MK meminta pembentuk UU, yakni DPR dan pemerintah, untuk segera membuat UU Ketenagakerjaan yang baru dan memisahkannya dari UU Ciptaker.

MK memberi waktu maksimal dua tahun kepada pembentuk UU untuk merampungkan UU Ketenagakerjaan yang baru. MK juga mengingatkan agar pembuatan UU tersebut harus melibatkan partisipasi aktif serikat pekerja maupun buruh.

Dalam putusannya, MK menegaskan bahwa setiap pemberi kerja wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia daripada tenaga kerja asing (TKA) di semua jenis jabatan yang tersedia.

Satu hal, jangka waktu dalam perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) tidak boleh melebihi lima tahun, termasuk jika terdapat perpanjangan. 

Dalam keterangannya, Minggu (3/11/2024) anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto menyampaikan bahwa pihaknya siap menindaklanjuti putusan MK yang mengamanatkan pemerintah dan DPR untuk membentuk Undang-undang Ketenagakerjaan.

"Apa yang menjadi keputusan MK atas putusan UU Cipta Kerja tentu mendapatkan perhatian. Kami juga menunggu arahan dari pimpinan DPR RI untuk menindaklanjuti putusan MK,” kata Edy Wuryanto.

Putusan MK Nomor 168/PUU-XXII/2024 yang mengabulkan sebagian gugatan serikat pekerja terhadap Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) mengamanatkan sejumlah hal. Diantaranya, pembentukan UU Ketenagakerjaan dalam rentang waktu maksimal dua tahun.

Waktu hingga dua tahun untuk pembentukan UU Ketenagakerjaan itu, dinilai cukup karena baik pemerintah maupun DPR dapat mempersiapkan naskah akademik hingga proses lain. ***