EmitenNews.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,53 persen menjadi 8.406. Sesuai prediksi Bank Indonesia (BI) mempertahankan BI Rate di level 4,75 persen, merupakan level terendah sejak Oktober 2022. Keputusan itu, seiring prediksi laju inflasi dalam kisaran 1,5-3,5 persen.

Lalu, stabilisasi nilai tukar rupiah, dan langkah-langkah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Alhasil, Rupiah bergerak menguat terhadap Dolar Amerika Serikat (USD)). Sementara itu, tingkat pertumbuhan kredit Oktober 2025 menjadi 7,36 persen YoY dari September 2025 di level 7,7 persen.

Itu merupakan pertumbuhan terendah sejak Juli 2025, akibat pelemahan daya beli kelas menengah, dan kehati-hatian bank dalam menyalurkan kredit. BI memprediksi pertumbuhan kredit berada di kisaran bawah target 8-11 persen YoY sepanjang 2025, dan akan tumbuh lebih kuat tahun depan.

Di disi lain, investor China memperkirakan bank sentral Tiongkok (PBoC) mempertahankan suku bunga pinjaman 1 tahun 3 persen, dan tenor 5 tahun 3,5 persen. Sedang Amerika Serikat (AS) akan merilis data nonfarm payrolls September 2025 diperkirakan terjadi penyerapan tenaga kerja 50 ribu, naik dari 22 ribu dari Agustus 2025. 

Tingkat pengangguran AS diperkirakan tetap di level 4,3 persen. Secara teknikal, indeks ditutup di atas level MA5. Namun, indikator MACD berpotensi terjadi death cross, dan indikator Stochastic RSI bergerak melemah. Dalam jangka pendek, indeks diperkirakan masih bergerak sideways di kisaran 8.300-8.450.

Berdasar data dan fakta itu, Phintraco Sekuritas menyarankan para pelaku pasar untuk mengoleksi sejumlah saham berikut. Yaitu, Hartadinata (HRTA), Semen Indonesia alias SIG (SMGR), Indosat Ooredoo (ISAT), Pyridam (PYFA), dan Surya Semesta Internusa (SSIA). (*)