SNI Jadi Instrumen Non-Tarif Tangkal Derasnya Produk Impor

Kemenperin menjadikan SNI sebagai instrumen non-tariff barrier untuk melindungi masyarakat dan industri nasional di tengah derasnya arus produk impor
EmitenNews.com - Kementerian Perindustrian terus memperkuat peran standardisasi industri sebagai salah satu instrumen penting dalam meningkatkan daya saing industri nasional. Melalui penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI), dapat memastikan kualitas produk dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan pasar domestik sekaligus bersaing di tingkat global.
“Standardisasi juga menjadi landasan bagi perlindungan konsumen, peningkatan efisiensi produksi, serta penguatan rantai pasok industri. Dengan standar yang baik, industri kita tidak hanya lebih kompetitif, tetapi juga lebih adaptif terhadap tuntutan perkembangan teknologi, lingkungan, dan perdagangan internasional,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (30/9).
Berdasarkan data per Juli 2025, telah disusun sebanyak 5.449 Standar Nasional Indonesia (SNI), dengan 136 di antaranya telah diberlakukan secara wajib. Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Andi Rizaldi menjelaskan, SNI yang paling banyak disusun adalah berjenis metode uji, istilah, definisi, serta ukuran, yang mencapai 43 persen dari total SNI.
“Selanjutnya adalah SNI untuk produk atau barang jadi, serta bahan baku. Hal ini menunjukkan bahwa cakupan standardisasi industri semakin luas, sejalan dengan kebutuhan industri dan masyarakat,” ujar Andi pada acara Temu Industri Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Logam dan Mesin (BBLM) 2025.
Selain merumuskan dan memberlakukan SNI, BSKJI juga melaksanakan pengawasan standardisasi baik di pabrik maupun pasar. Kegiatan ini dilakukan dengan koordinasi bersama kementerian yang membidangi perdagangan, serta mencakup pengawasan terhadap Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK) yang berperan menguji dan menerbitkan sertifikat kesesuaian.
“Pada tahun 2024, Kemenperin telah melakukan pengawasan terhadap 67 SNI wajib yang mencakup 113 merek di 36 provinsi. Hasilnya, 61 merek telah memenuhi ketentuan SNI, sementara 51 merek masih memiliki catatan dan temuan yang perlu ditindaklanjuti,” ungkap Andi.
Kepala BSKJI menekankan pentingnya kerja sama lintas pemangku kepentingan untuk menghadapi tantangan standardisasi. “Kita tidak bisa bekerja sendiri. Diperlukan sinergi antara industri, LPK, asosiasi, akademisi, dan kementerian/lembaga agar manfaat standardisasi benar-benar dirasakan masyarakat,” ujarnya.
Dalam hal ini, BBLM yang berada di lingkungan BSKJI diharapkan dapat berperan aktif mendukung penerapan, pemberlakuan, dan pengawasan SNI. “Layanan BBLM harus agile dan dinamis, menyesuaikan kebutuhan para pemangku kepentingan. BBLM harus hadir sebagai mitra yang memberikan solusi, sekaligus mendukung penjaminan mutu produk industri nasional yang berkualitas,” tuturnya.
Andi menambahkan, penguatan BBLM dan unit pelaksana teknis lainnya juga sejalan dengan upaya Kemenperin menjadikan SNI sebagai instrumen non-tariff barrier untuk melindungi masyarakat dan industri nasional di tengah derasnya arus produk impor. “Dengan membangun sinergi berkelanjutan, kita pastikan seluruh kebijakan standardisasi industri memberikan manfaat nyata bagi industri dan konsumen di Indonesia,” imbuhnya.(*)
Related News

HUT ke-36, Bisnis Digital Bank Raya (AGRO) Melesat!

IHSG Terkoreksi 0,21% ke Level 8.043 di Penutupan Hari Ini

Tata Pemukiman, Program Renovasi Hingga Hunian Vertikal Disiapkan

Wall Street Perkasa, IHSG Jeblok

Koreksi! IHSG Menuju Level 8.000

IHSG Konsolidatif, Bungkus Saham ENRG, HRTA, dan AMRT