EmitenNews.com - Astra International (ASII) mengklaim opsi inorganic growth pada 2024 tetap ada. Perseroan akan tetap berinvestasi dengan melihat potensi pertumbuhan sektor baru. Namun, penguatan portofolio Grup Astra sudah ada tetap menjadi salah satu prioritas.
Saat ini, Astra memiliki 7 lini bisnis. Yaitu otomotif terdiri dari dua roda, empat roda, dan komponen. Jas keuangan. Alat berat, pertambangan, energi, konstruksi. Agribisnis. Teknologi informasi. Infrastruktur dan logistik. Dan, properti. ”Itu inti bisnis kami, dan akan terus kami perkuat,” tutur Djony Bunarto Tjondro, Presiden Direktur Astra.
Area-area berdekatan dengan bisnis inti Astra, yang biasa disebut sebagai adjacent atau proximity to core, masih memiliki banyak peluang. Investasi-investasi baru bersifat inorganic telah dimulai, seperti investasi sektor layanan kesehatan, Halodoc, dan Hermina. ”Tahun ini kami tambah investasi di Halodoc USD100 juta,” imbuhnya.
Astra ingin berkontribusi untuk mempercepat perkembangan Halodoc. Mengingat ekosistem Astra yang besar, jumlah karyawan besar, dan jumlah titik value chain potensial, terdapat berbagai potensi melakukan sinergi dengan Halodoc. Beberapa sinergi sudah mulai dilakukan, walau masih perlu penyesuaian secara bertahap.
Sektor lain ingin dimasuki Astra akan bergantung pada berbagai parameter sektor tersebut, serta peluang yang ada. Selain itu, Astra juga tidak ingin investasi terlalu melebar. Astra akan fokus memperkuat portofolio sudah ada yang secara nyata memberi kontribusi utama kepada Astra. ”Investasi ke sektor baru, kami mempertimbangkan potensi sinergi, dan kolaborasi antara sektor baru dengan lini bisnis kami saat ini,” tegasnya.
Di sisi lain, untuk lini bisnis renewable energy, Astra melihat kombinasi faktor risk and return. Ada dua tipe renewable energy, memiliki load factor rendah kurang dari 20 persen, yaitu wind turbine dan solar PV, yang memerlukan storage atau battery, dan; memiliki load factor tinggi lebih dari 70 persen, hydro power dan geothermal.
Geothermal memiliki risiko tinggi dan tidak mudah untuk didapatkan. Hydro power sendiri terbagi dua, yaitu run-of-river, dan menggunakan reservoir. Untuk hydro power dengan kapasitas besar, yaitu menggunakan reservoir, memiliki risiko isu deforestasi. Sedangkan mini hydro power memiliki kapasitas terbatas.
Di samping itu, salah satu kendala utama adalah masalah infrastruktur. Di mana, biasanya lokasi-lokasi berpotensi untuk renewable energy terletak jauh dari national grid atau center of demand. Namun, Astra tetap fokus untuk memasuki sektor renewable energy dan terus mempersiapkan. Renewable energy mungkin dapat terletak pada lokasi dengan risiko tinggi, namun sudah terbukti memiliki potensi, dan hanya membutuhkan waktu untuk pengembangan.
Misalnya, akan fokus pada geothermal pada tahapan selesai eksplorasi dengan kapasitas sudah diketahui. Renewable energy itu, masih pada tahap greenfield belum menjadi pertimbangan Astra. Kemudian, lokasi geothermal biasanya di daerah pegunungan, walau infrastrukturnya mahal, tetapi terdapat prospek baik ke depan. ”Salah satu contohnya Jepang, memiliki banyak renewable energy dikombinasikan dengan pariwisata, sehingga infrastrukturnya dapat dinikmati industri pariwisata dan renewable energy,” ulas FXL Kesuma, Direktur Astra. (*)
Related News
OJK dan Satgas PASTI Luncurkan Penanganan Penipuan Transaksi Keuangan
Transcoal (TCPI) Siapkan Capex Rp700M di 2025, Ini Peruntukannya
Wika Beton (WTON) Raih Penghargaan Ini di SNI Award 2024
Emiten Hermanto Tanoko (CLEO) Kuartal III Catat Laba Naik 61 Persen
Asahimas (AMFG) Pasang Strategi Ini Hadapi Fluktuasi Mata Uang
Berau Coal (BRAU) Perpanjang Tender Sukarela, Cek Detailnya