EmitenNews.com - Ini aksi korporat Telkomsel dalam menjembatani kesenjangan akses pinjaman di Indonesia, sekaligus memerangi pinjaman online (pinjol) ilegal. BUMN telekomunikasi itu, meluncurkan platform agregator pinjaman bernama Telkomsel Klop. Platform agregator pinjaman online ini, memungkinkan pengguna menghindari pinjol ilegal. Perusahaan milik negara itu menawarkan kredit dengan mengandalkan analisis data. 


Dalam webinar media clinic bertema: “Peran Aggregator Dalam Menjawab Kebutuhan Pembiayaan Untuk Konsumen”, yang diselenggarakan oleh AFTECH bekerja sama dengan Telkomsel Klop, Selasa (7/12/2021), General Manager Marketing P&T Telkomsel Lani Rahayu mengatakan, platform agregator pinjaman online yang sudah hadir sejak November 2021 itu, menjadi salah satu opsi masyarakat untuk mendapatkan akses layanan keuangan.


Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, hingga 25 Oktober 2021, terdapat 104 fintech lending yang terdaftar dan berizin di OJK, sebanyak 101 fintech lending berizin dan tiga fintech lending berstatus terdaftar. Telkomsel Klop tercatat di Otoritas Jasa Keuangan sebagai platform fintech agregator. Jenis fintech ini masuk klaster baru di OJK sebagai Inovasi Keuangan Digital (IKD).


Penting dicatat, platform itu menawarkan pinjaman kepada pengguna dengan mengandalkan kemampuan analisis dari data calon peminjam. Telkomsel Klop akan memberikan rekomendasi pilihan produk pinjaman yang seusai preferensi dan kebutuhan pengguna. Namun, Telkomsel Klop tidak menawarkan pinjaman kepada pengguna secara langsung. Sumber pinjaman dari mitra Layanan Jasa Keuangan (LJK), seperti fintech lending yang bekerja sama dengan perusahaan.


Tetapi, untuk tahap awal, Telkomsel Klop hanya bisa digunakan oleh pelanggan aktif Telkomsel. Setelah itu, direncanakan tersedia bagi semua lapisan masyarakat. General Manager Financial Business Telkomsel, Akhmad Fandhia Roesyidi mengatakan, perusahaan mengembangkan platform fintech agregator karena pihaknya melihat ada kesenjangan akses pinjaman di Indonesia.


Akhmad Fandhia Roesyidi menguraikan, berdasarkan survei perusahaan terhadap 1.000 responden, 6 dari 10 orang dewasa di Indonesia pernah melakukan pinjaman. Sebanyak 80 persen pinjaman itu dilakukan sekali dalam sebulan. Sedangkan 4 dari 10 responden pernah meminjam lewat platform online. Kemudian 20 persen di antaranya masih menggunakan fasilitas pinjol ilegal.


Riset itu juga menyodorkan data, terdapat 60 persen responden yang mengatakan kesulitan mendapatkan persetujuan pinjaman dari penyelenggara layanan. Jadi, ada gap dari sisi jangkauan layanan keuangan di Indonesia. Karena itu, perusahaan berusaha menjembatani kesenjangan tersebut lewat Telkomsel Klop.


"Kami memfasilitasi informasi kepada konsumen agar cari pilihan pinjaman terbaik," katanya.


Dari sisi itu, Telkomsel Klop menangkap peluang tersebut, bekerja sama dengan mitra lembaga jasa keuangan lainnya yang memang bisnisnya memberikan kredit. Saat ini Telkomsel Klop baru menawarkan kredit dari pemain fintech lending Kredifazz. Untuk end konsumen, kata Akhmad Fandhia Roesyidi, pihaknya bisa memprovide informasi yang sudah dikurasi.


“Kami bisa memprovide pilihan-pilihan terbaik finansial service provider yang memang legal dari OJK, baik itu bank, multifinance, atau p2p lending,” katanya.


Sementara itu, Fandhi juga bilang menyebutkan bahwa pihaknya siap membantu institusi finansial untuk tersambung dengan konsumennya, mengingat saat ini pengguna Telkomsel telah berjumlah sekitar 173 juta pengguna. Secara industri, pemain di fintech agregator ini terbilang masih sedikit. Tidak lebih dari 31 penyelenggara yang sudah tercatat di OJK. Hal ini yang menjadikan peluang bagi Telkomsel Klop untuk berkembang.


Senior Policy Associate Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Sofwan Hakim mengatakan, sektor yang disasar Telkomsel sedang berkembang di Tanah Air. Jenis fintech agregator memberikan manfaat bagi konsumen dan mitra lembaga jasa keuangan lainnya.


"Kepada konsumen, fintech agregator mampu memberikan informasi produk mana yang sesuai dengan karakternya. Ini untuk efisiensi," katanya.


Sedangkan bagi lembaga jasa keuangan, dinilai dapat meningkatkan kompetisi. Sofwan Hakim menguraikan, saat masuk sebagai mitra, platform fintech misalnya, bisa meningkatkan kemampuan layanan mereka kepada konsumen.


Tetapi, penting dicatat, terdapat risiko keamanan data dan ancaman pencucian uang pada fintech agregator. Karena itulah, Sofwan Hakim mengingatkan, agar platform ini harus mengikuti peraturan Otoritas Jasa Keuangan. ***