Kajari Muara Enim, Ahmad Nuril Alam dalam keterangan persnya beberapa waktu lalu mengatakan, pihaknya telah memeriksa 28 orang saksi dalam kasus tersebut. Bahkan, empat orang diantaranya merupakan saksi ahli di masing-masing bidang. Seperti saksi ahli dari BPN, Kementerian ESDM, Kementerian Dalam Negeri dan BPKP. 

 

Tentunya, saat meminta keterangan saksi-saksi tersebut, Kejari Muara Enim telah melayangkan surat resmi ke masing-masing lembaga. Termasuk salah satunya Kementerian ESDM. Sehingga, informasi mengenai kasus tersebut pastinya sudah  diketahui oleh lembaga yang bersangkutan meskipun tidak ada laporan dari pemerintah daerah. 



Pernyataan Lana Saria ini juga berbeda dengan kondisi di lapangan. Sebab, Dirjen Minerba telah menempatkan sejumlah Inspektur Tambang untuk melakukan pembinaan dan pengawasan aktifitas pertambangan di wilayah Sumsel. Lana Saria, semasa menjabat sebagai Direktur Teknik dan Lingkungan juga diketahui kerap berkoordinasi dengan perusahaan tambang di wilayah Sumsel.

 

Sehingga pernyataannya dalam rapat tersebut membuat Kepala Dinas ESDM Sumsel, Hendriansyah geram. Seolah tak mau disalahkan, Hendri yang juga manajer klub Sepakbola Sriwijaya FC ini mengatakan, sejak terbitnya UU No 3 Tahun 2020,  kewenangan pengelolaan pertambangan mineral dan Batubara tidak lagi menjadi kewenangan daerah.

 

"Sudah menjadi tanggung jawab Kementerian ESDM. PT RMK dan TBBE berkegiatan di penambangan Batubara. Tidak mungkin Dinas ESDM Sumsel melaksanakan kegiatan yang bukan kewenangannya," ucapnya. 

 

Sehingga, kata Hendriansyah, tidak ada keharusan pemerintah daerah untuk melapor ke Kementerian ESDM. Tetapi, dari kementerian ESDM lewat Dirjen Minerba yang seharusnya lebih aktif dalam melakukan pengawasan. "Kan sudah ada Inspektur Tambang perwakilan daerah. Nah, merekalah harusnya yang bisa lebih aktif lagi," tandasnya