EmitenNews.com - Penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 adalah 'kecelakaan parah' dalam sejarah Indonesia. Pasalnya, menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana, peraturan tersebut tidak disusun oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, dan juga jajarannya. Saat peraturan tersebut ditandatangani, Mendag Zulhas dan jajarannya sedang tak di Indonesia.

"Artinya Permendag 8/202 itu disetir oleh kepentingan lain selain dari kepentingan perdagangan dan industri. Justru yang menyusun dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Perekonomian. Tidak boleh terjadi seperti itu," tegas Danang Girindrawardana dalam diskusi publik INDEF secara daring bertajuk 'Industri Tekstil Menjerit, PHK Melejit', Kamis (8/8/2024).

Karena keterlibatan kepentingan pihak lain, memicu keluarnya pasal yang menjadi 'lubang besar', dan memungkinkan barang-barang impor masuk tanpa persetujuan teknis (pertek). Hal ini melanggar kewenangan serta peraturan dari kementerian/lembaga lain.

"Ini menjadi sesuatu bad practices di Indonesia gitu. Tidak bisa dibayangkan sebuah regulasi dari sebuah kementerian teknis mengacaukan kementerian yang lain," tuturnya.

API mengendus adanya kesengajaan di balik peristiwa ini. Danang Girindrawardana ragu Permendag 8/2024 dibuat semata-mata untuk meloloskan 26 ribu kontainer tertahan di pelabuhan.

"Kalau latar belakangnya hanya untuk meloloskan 26 ribu kontainer yang sudah terlanjur terjebak mengakibatkan kongesti (antrean) di pelabuhan, seharusnya bukan dengan peraturan menteri (Permendag 8/2024). Ada mekanisme biaya cukai yang bisa dilakukan selain re-ekspor. Mekanismenya itu banyak," tegas Danang Girindrawardana.

Dugaan API, 26 ribu kontainer itu tak mengikuti prosedur aturan impor sehingga tertahan dan memicu antrean di pelabuhan. Yang seharusnya dilakukan adalah penindakan hukum, bukan meloloskan puluhan ribu kontainer itu.

"Artinya ada 26 ribu kontainer dan pemiliknya, mungkin tidak sebanyak itu, yang tidak patuh pada peraturan importasi kan," tegasnya.

API menilai, merilis kontainer yang sebelumnya tertahan itu, seolah membebaskan para bandit importir untuk masuk menjajah pasar dalam negeri.

"Ini sebuah kecelakaan berpikir yang cukup parah. Seharusnya bisa diatasi dengan penindakan hukum, tapi malah melahirkan sebuah regulasi yang mengacaukan kementerian lain dan mengacaukan industri kita," ujarnya.

API ingin mendapatkan informasi akurat soal 26 ribu kontainer itu melalui Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Informasi yang diminta antara lain isi kontainer, siapa importirnya, serta pelanggaran apa yang dilakukan sehingga barangnya ditahan Bea Cukai.

"Kita perlu tahu siapa importirnya, apa persetujuan impor yang dia lakukan dan pelanggaran apa yang dia lakukan sehingga dia tidak bisa dirilis oleh Bea Cukai?" katanya.

Sementara itu, Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF Andry Satrio Nugroho juga berharap Bea Cukai Kemenkeu lebih transparan soal isi 26 ribu kontainer.

"Apakah betul bahan baku, apakah betul produk jadi? Ataukah memang sebetulnya ada produk-produk yang diharuskan untuk masuk ya, dipaksakan untuk masuk?" tanyanya.

Seperti diketahui Pemerintah menerbitkan Permendag Nomor 8 tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan revisi dilakukan karena aturan lama mengakibatkan hambatan impor. Imbasnya, lebih dari 26 ribu kontainer berisi barang impor tertahan di pelabuhan.

Dari 26 ribu kontainer itu, Airlangga merinci sebanyak 17.304 kontainer tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan sekitar 9.111 kontainer berada di Pelabuhan Tanjung Perak. ***