EmitenNews.com - Negara ASEAN yang berkarakteristik ekonomi kecil terbuka dinilai rentan terhadap dampak guncangan global. Apabila tidak diantisipasi hal ini dapat meningkatkan risiko krisis.


Demikian mengemuka dalam Gala Seminar: Enhancing Policy Calibration for Macro-Financial Resilience, diselenggarakan Bank Indonesia, di Bali (29/3). Acara ini berlangsung di sela pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN yang mendukung pesan 3 (tiga) Priorities Economic Deliverables (PEDs) Keketuaan ASEAN Indonesia.


Hadir sebagai panelis dalam seminar yaitu Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Sentral Filipina (Banko Sentral ng Pilipinas/BSP), Felipe M. Medalla.


Dalam seminar para pembicara menunjuk pengalaman yang mengonfirmasi bahwa bauran kebijakan makroekonomi merupakan instrumen yang efektif saat ini untuk mencapai stabilitas sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi. Dalam formulasi bauran kebijakan tersebut, senantiasa harus dilakukan kalibrasi yang sesuai dengan sumber risiko yang ada, utamanya melalui koordinasi antar perancang kebijakan baik fiskal dan moneter.


Formulasi dan kalibrasi kebijakan menjadi krusial untuk mendukung peran ASEAN bagi pemulihan ekonomi global. Hal ini menjadi referensi penting bagi anggota ASEAN untuk mencapai sejumlah sasaran makroekonomi sekaligus.


Dalam pemaparannya, Gubernur Perry menekankan pentingnya otoritas untuk merumuskan respons kebijakan yang pruden dan inovatif dalam rangka memitigasi risiko dari spillover effect global, sekaligus mempertahankan dukungan terhadap pemulihan ekonomi domestik yang sedang berlangsung.


Gubernur Perry menggarisbawahi pentingnya bauran kebijakan Bank Indonesia yang meliputi kebijakan moneter untuk stabilitas makroekonomi agar inflasi terjaga, kebijakan makroprudensial yang akomodatif untuk menunjang pertumbuhan dengan menyeimbangkan intermediasi serta ketahanan sektor keuangan dan kebijakan sistem pembayaran untuk mengakselerasi ekonomi dan keuangan digital. “Dalam merumuskan kebijakan, kita harus berjalan bersama agar sinergis" pungkas Gubernur Perry.


Senada dengan itu, Menteri Sri Mulyani menyampaikan bahwa kebijakan perlu dikalibrasi seiring dinamika yang ada karena setiap tahun tantangan berbeda muncul dari sumber risiko yang beragam. Pandemi membawa tantangan yang luar biasa hingga setelahnya, maka diperlukan pula kebijakan yang luar biasa.


Melalui koordinasi antar lembaga, dampak pandemi perlu dijaga agar tidak mengganggu stabilitas sistem keuangan. Hal ini diimplementasikan dengan konsolidasi bersama BI untuk rekalibrasi bauran kebijakan.


Sinergi pemerintah dengan Bank Indonesia dan OJK juga terbukti dapat menjaga ketahanan ekonomi Indonesia. Di Kawasan, ASEAN juga telah bersinergi, diantaranya dengan inisiatif jaring pengaman keuangan regional (Chiang Mai Initiative Multilateralization/CMIM).


Gubernur Felipe menyampaikan perlunya adaptasi kebijakan yang cepat. Inflasi tetap menjadi sasaran utama dan karenanya BSP telah menerapkan kebijakan moneter yang cukup agresif. BSP juga mengedepankan digitalisasi sistem pembayaran sebagai jalan menuju keuangan inklusif dan pertumbuhan yang kuat dan inklusif.


Lebih lanjut, BSP menerapkan strategi kebijakan moneter dengan instrumen yang beragam dan menjaga ketahanan sektor perbankan untuk meningkatkan resiliensi dalam rangka mengatasi tantangan global yang meningkat.(*)