EmitenNews.com - Kabar tak sedap berhembus dari emiten agro di bawah naungan Astra International (ASII). Itu setelah anak usahanya yaitu Astra Agro Lestari (AALI) dinyatakan bersama dua pihak afiliasinya sebagai tergugat diwajibkan membayar ganti rugi secara tanggung renteng senilai Rp76,80 miliar kepada penggugat yaitu PT Mas Lestari Perkasa (MLP).

Secara gambaran, perkara ini masuk dalam gugatan kasus wanprestasi yang diajukan PT Mas Lestari Persada (MLP) sebagai perusahaan supplier minyak goreng atau CPO kepada AALI.

Putusan itu, bisa di lihat dari salinan dokumen putusan majelis Hakim PN Jakarta Timur, sebagaimana tertuang dengan No.190/PDTG/2024/PNJKT.TIM tertanggal 15 Oktober 2024. Dalam penjelasan Majelis Hakim ini, AALI bersama dua afiliasinya yaitu PT Perkebunan Lembah Bhakti, dan PT Sawit Asahan Indah terbukti melakukan tindakan wanprestasi. Dikutip dari berbagai sumber, MLP sebagai penggugat sebenarnya adalah mitra AALI dan dua anak usahanya sejak 2019.

Namun, sejak pertengahan 2021, telah terjadi pembatalan kontrak sebesar 11 ribu ton CPO secara sepihak oleh AALI karena pada masa tersebut terjadi penurunan harga CPO secara signifikan, dan AALI merasa harga CPO terlanjur disepakati dengan MLP terlalu tinggi. Pada akhirnya antara AALI dan MLP menghentikan uang DP, dan tak terjadi pembayaran.

Selain itu, Astra Agro Lestari juga sudah terjerat dalam pusaran kasus yang dianggap merugikan negara dengan nilai puluhan miliar melalui anak usahanya yang lain. PT Rimbunan Alam Sentosa (RAS) sebagai anak usaha langsung Astra Agro Lestari (AALI) dengan kepemilikan saham 99,9 persen itu, diduga merugikan negara hingga Rp79 miliar selama perseroan mencaplok lahan BUMN PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV di Morowali Utara (Morut).

Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah (Sulteng) pada Senin (30/9-2024), sekitar pukul 10.00-17.00 WITA di Morowali Utara (Morut). Telah melakukan penyitaan berbagai aset milik Astra Agro Lestari (AALI) itu. “Asset PT RAS group Astra Agro Lestari itu yakni 1 unit bulldozer, 1 unit compactor, 1 unit Motor Grader, 1 unit dump track, 2 unit light truck, 1 unit truck tangki, 1 unit ambulans, 7 unit generator set,” demikian ditegaskan Kajati Sulteng Dr.Bambang Hariyanto, SH, MH melalui Kasi Penkum La ode Sofyan Selasa (1/10-2024), di Palu.

Menurutnya penyitaan asset PT RAS itu dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyitaan Nomor : PRINT-59/P.2.5/Fd.1/08/2024 tgl 13 agustus 2024. Pengelolaan perkebunan PT.RAS ini diduga berbau korupsi. Dan hasil audit tim auditor publik independen yang digunanakan penyidik Kejati ditemukan dugaan korupsi sebesar Rp, 79 miliar.

“Hasil perhitungan tim audit Independen yang digunakan tim Penyidik Kejati ditemukan kerugian negara mencapai Rp79 miliar, itupun baru 1 item,” kata Kasi Penkum Kejati Sulteng Laode Sofyan

Ia mengatakan selain di atas HGU PTPN, areal perkebunan PT RAS juga diduga merambah kawasan hutan tanpa adanya IPPKH. “Berdasar PMK nomor 33 tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sewa BUMN, PT. RAS harus membayar biaya sewa atas penggunaan aset PTPN yang jika dihitung dari tahun 2009 sampai dengan 2023 mencapai puluhan miliar,” tegasnya.

Selanjutnya, La Ode Sofyan juga menjelaskan telah ada 2 orang dari pihak PT Rimbunan Alam Sentosa (RAS) sebagai anak usaha Astra Agro Lestari (AALI) telah diperiksa pada 9 Oktober 2024, yaitu Doni Yoga Prada sebagai Direktur dan sebelumnya Oka Arimbawa sebagai Manajer Area Astra Agro Lestari (AALI) telah lebih dahulu diperiksa pada 12 September 2024, oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah.

Sebelumnya, pada 20 Agustus 2024, penyidik juga melakukan penggeledahan dan penyitaan aset PT RAS berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: PRINT-05/P.2/Fd.1/08/2024 dan Surat Perintah Penggeledahan Nomor: PRINT-58/P.2.5/Fd.1/08/2024.

Dalam penggeledahan tersebut, penyidik menyita dua kontainer berisi dokumen operasional dan 13 kendaraan, termasuk dump truck, excavator, dan fire truck. 

Menurut Laode Abd. Sofian, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulteng, penyelidikan terhadap PT RAS dilakukan setelah muncul berbagai indikasi penyimpangan hukum terkait pengelolaan lahan sawit.

Sebelumnya, penyelidikan terhadap PT Agro Nusa Abadi (ANA), anak perusahaan dari grup yang sama, juga menemukan sejumlah pelanggaran, termasuk operasi tanpa izin HGU yang sah dan konflik lahan dengan masyarakat lokal.

Kondisi ini semakin memperkuat dugaan adanya praktik korupsi yang melibatkan perusahaan dalam memanipulasi perizinan untuk kepentingan ekspansi lahan sawit.

Sejak awal Juni 2024 lalu, sembilan orang saksi telah dimintai keterangan oleh penyidik Kejati Sulteng terkait dugaan pelanggaran hukum oleh PT Rimbunan Alam Sentosa. Saksi-saksi tersebut termasuk pejabat pemerintah daerah dan perwakilan kelompok masyarakat yang diduga terdampak oleh operasi perusahaan.

Kasus ini juga mencuatkan permasalahan mendasar dalam pengelolaan lahan di Indonesia, di mana sering terjadi konflik antara kepentingan perusahaan dan hak-hak masyarakat lokal.