Menurut data, banyak perusahaan perkebunan sawit yang melakukan ekspansi tanpa memperhatikan aspek legalitas dan keberlanjutan lingkungan. Kondisi ini seringkali menyebabkan konflik berkepanjangan antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat setempat.

Penyidik Kejati Sulteng kini fokus pada analisis dokumen dan barang bukti yang telah disita dari PT Rimbunan Alam Sentosa. Penyelidikan ini diharapkan dapat membuka tabir praktik-praktik korupsi di sektor perkebunan sawit yang telah merugikan negara dan masyarakat.

Penggeledahan dan penyitaan sejumlah barang bukti di PT Rimbunan Alam Sentosa menandai langkah penting dalam upaya Kejati Sulteng untuk membongkar dugaan korupsi di sektor perkebunan sawit di Kabupaten Morowali.

Dengan mengungkap praktik ilegal yang dilakukan oleh PT Rimbunan Alam Sentosa, diharapkan dapat memberikan efek jera dan menjadi pelajaran bagi perusahaan lain yang beroperasi di sektor lahan sawit yang di Sulawesi Tengah.

Berdasarkan penelusuran EmitenNews, PT Agro Nusa Abadi (ANA) sebagai anak usaha langsung AALI dengan porsi kepemilikan saham 99,9 persen juga telah terseret kasus hukum dengan Koperasi Mujur Jaya Molino sebagai perkumpulan petani plasma atas dugaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH), terkait pelaksanaan kesepakatan kemitraan yang telah berlangsung selama lima tahun.

Gugatan tersebut diajukan, Februari 2024 lalu, Agus menjelaskan bahwa konflik ini bermula dari kesepakatan bagi hasil yang diatur dalam Memorandum of Understanding (MoU) antara Koperasi Mujur Jaya Molino dan PT ANA.

Berdasarkan MoU tersebut, 60 persen keuntungan akan diberikan kepada PT ANA, sementara 40 persen sisanya menjadi hak koperasi. Namun, perjanjian tindak lanjut yang diharapkan setelah MoU tidak pernah terjadi.

“Setelah tiga tahun MoU berjalan, kami belum pernah menerima perjanjian resmi terkait hal ini. Lebih aneh lagi, total utang koperasi yang semula Rp90 miliar hanya berkurang Rp4 miliar setelah tiga tahun,” jelas Agus.

Ia menambahkan bahwa pihaknya telah membayarkan utang sebesar Rp48 miliar, namun utang yang tercatat masih terlalu tinggi.

Masalah semakin rumit ketika PT ANA secara sepihak menerapkan bunga utang sebesar 12,75 persen per bulan, yang tidak dicantumkan dalam MoU awal. “Tiba-tiba muncul bunga sebesar 12,75 persen dalam rincian utang yang diberikan kepada kami. Ini tidak pernah disepakati,” ujar Agus.

(Sebagai catatan, hingga berita ini diterbitkan Astra Agro Lestari (AALI) belum memberikan jawaban atau konfirmasi yang diajukan oleh emitennews.com sejak Kamis, 24 Oktober 2024). (*)