EmitenNews.com -Di semester pertama 2023, emiten bus Lorena, PT Eka Sari Lorena Transport Tbk. (LRNA) mencatatkan laba Rp3,4 miliar atau berbalik dari periode sama 2022 yang menderita rugi sebesar Rp6,72 miliar. 

 

Informasi tersebut disampaikan perseroan dalam laporan keuangan yang dirilis emiten transportasi itu. Capaian laba LRNA didorong naiknya pendapatan 6,36% secara year-on-year (yoy) menjadi Rp47,80 miliar dibanding semester I/2022 sebesar Rp44,94 miliar. Selain itu, LRNA juga dapat memangkas beban pokok 20% yoy menjadi Rp31,42 miliar dibanding periode sebelumnya sebesar Rp39,28 miliar. 

 

Secara rinci, pendapatan LRNA ditopang dari segmen bus AKAP sebesar Rp40,03 miliar, diikuti shuttle bus sebesar Rp4,39 miliar, bus angkutan bandara sebesar Rp1,82 miliar, dan bus AKAP jangka pendek sebesar Rp1,54 miliar. Sebagai informasi, tahun ini perseroan memproyeksikan pendapatan akan tumbuh sebesar 25% atau setara Rp 100 miliar dibandingkan pencapaian tahun sebelumnya,”Secara umum saya berharap, kita bisa dapat sekitar 25%. Jadi, kalau di 2022 pendapatan sekitar Rp 93 miliar, kami berharap tahun 2023 ini bisa pecah lagi ke Rp 100 miliar,” kata Dwi Ryanto, Managing Director Lorena.

 

Disampaikannya, target pertumbuhan 25% tersebut merupakan gabungan dari divisi angkutan Antar Kota dan Antar Provinsi (AKAP), commuter line, dan divisi rental bus dengan harapan pemulihan ekonomi berjalan lebih baik lagi. Untuk merealisasikan target tersebut, Dwi membeberkan sejumlah strategi yang akan ditempuh LRNA. Utamanya, emiten transportasi tersebut akan menggenjot performa dari divisi rental. Sebab menurutnya, permintaan rental dari perusahaan-perusahaan swasta baik untuk kebutuhan karyawan maupun pelanggan sudah mulai tinggi.“Selain itu, kami juga akan meneliti secara perlahan rute-rute potensial untuk kita perdalam dan rute-rute yang bisa dikembangkan,” jelasnya.

 

Hanya saja, beberapa hal yang mungkin masih akan memberikan tantangan yaitu banyaknya bus pariwisata yang tidak memiliki trayek resmi, namun mereka beroperasi di industri AKAP. Penyebabnya, karena selama tiga tahun terakhir, bus-bus pariwisata kesulitan mendapatkan pelanggan sehingga hal ini cukup menyulitkan bagi LRNA. Akibatnya, Lorena sebagai perusahaan AKAP berizin resmi, sulit untuk agresif dalam melakukan ekspansi di divisi AKAP.

 

Menurut Dwi, selama pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan belum mampu membenahi persoalan tersebut, maka perusahaan AKAP resmi seperti Lorena akan terganggu. Karena itu, dirinya sepakat dengan adanya kewajiban terkait sistem standar manajemen keselamatan yang dibebankan kepada seluruh perusahaan AKAP dan perusahaan transportasi darat lainnya.

 

Dirinya berharap, dengan kewajiban sertifikasi tersebut akan membantu kami mendapatkan advantage. Jadi, strateginya saya akan membagi investasi atau strategi marketing perseroan. “Bukan hanya murni di AKAP, tapi juga di commuter line dan memperkuat divisi ketiga yaitu rental. Karena dengan rental kita tidak akan rugi walaupun secara profit margin tidak terlalu besar,” ujarnya.

 

Tahun ini, perseroan juga akan fokus melakukan peremajaan atau rekondisi terhadap bus-bus eksisting yang dimiliki perseroan selama tiga tahun terakhir. Sebab, proses rekondisi ini sebelumnya sempat terhambat. Dana yang dibutuhkan sekitar Rp 10-15 miliar.