BPS: Fenomena 'Rojali' Sinyal Bagi Pengambil Kebijakan

BPS menyebut fenomena
EmitenNews.com - Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut fenomena "rojali" (rombongan jarang beli) di pusat perbelanjaan belum tentu mencerminkan kemiskinan. Namun, BPS mengingatkan fenomena ini menjadi sinyal bagi pengambil kebijakan untuk mencermati perkembangan daya beli masyarakat.
Demikian disampaikan Direktur Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono di Jakarta, Jumat (26/7/2025). "Fenomena rojali relevan sebagai gejala sosial, tetapi mungkin ada tekanan ekonomi terutama pada kelas masyarakat yang rentan," ujarnya seperti dilansir KBRN, RRI.
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2025 menunjukkan kelompok masyarakat atas memang agak menahan konsumsinya. Kelompok masyarakat ini sebenarnya tidak berpengaruh pada angka kemiskinan.
"Rojali menjadi sinyal penting bagi para pembuat kebijakan agar tidak hanya fokus menurunkan angka kemiskinan," kata Ateng. Menurut dia, mereka juga harus memperhatikan ketahanan konsumsi dan stabilitas ekonomi rumah tangga, terutama pada masyarakat menengah bawah.
Ateng mengakui survei yang dilakukan BPS belum mengarah kelompok masyarakat rojali. Sehingga harus ditelisik lebih dalam lagi, apakah fenomena ini terjadi pada masyarakat kelas atas, menengah, rentan, atau miskin.
Menteri Perdagangan (Mendag), Budi Santoso, mengatakan fenomena rojali sebagai hal biasa. Menurut dia, kemungkinan masyarakat ingin membandingkan barang di toko offline dan yang dijual secara online.
"Ya bebas saja masyarakat melakukan itu," ujarnya pada sebuah kegiatan di Kementerian Perdagangan (Kemendag). Menurut dia, seseorang pasti mencari barang berkualitas yang harganya lebih murah dengan cara membandingkan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Solihin, menambahkan pelaku usaha tidak bisa mengendalikan fenomena rojali. "Kita juga sering ke mal untuk lihat-lihat aja, tetapi belanjanya tetap ke Mangga Dua," ujarnya.
Menurut Solihin, fenomena rojali sebenarnya tidak terlalu merugikan dari sisi perdagangan makanan dan minuman atau restoran. Mereka yang datang ke mal kebanyakan selain cuci mata biasanya juga makan dan minum.
Artinya, fenomena rojali menjadi berkah bagi pelaku usaha makanan dan minuman. "Omzet mereka bisa naik 5 hingga 10 persen,” kata Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah.(*)
Related News

Diastika Biotekindo (CHEK) Raih Pendapatan Rp78,31M, Hingga 30 Juni

Target Pemerintah, Perpres AI Terbit September 2025

Airlangga: Kesepakatan Data Pribadi RI-AS; Aman, Legal dan Terukur

Target Contingent Resource Sudah Tercapai 151 Persen

Nilai Transaksi Local Currency Hingga Pertengahan 2025 Capai USD4,702M

Harga Emas Antam Senin ini Turun Rp1.000 per Gram