EmitenNews.com - PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) adalah lengan strategis yang didedikasikan untuk energi bersih, berperan sebagai "Raksasa Hijau" yang mendukung ambisi net zero emissions Indonesia. 

Fondasi inti BREN adalah kepemilikan mayoritas di Star Energy Geothermal Holding Group, yang memanfaatkan energi panas internal bumi sebagai sumber daya yang melimpah dan ramah lingkungan. Keunggulan fundamental BREN terletak pada karakteristik baseload aset geothermal-nya

Karakteristik ini memastikan produksi energi yang stabil selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu, dan 365 hari setahun, tanpa terpengaruh kondisi cuaca seperti energi surya atau angin. Keandalan mutlak inilah yang menjadi landasan utama bagi stabilitas operasional dan, yang paling krusial, bagi jaminan arus kas perusahaan.

Mesin Uang Geothermal

Saat kita menelusuri mesin penghasil uang BREN, terlihat pondasi operasional yang sangat kuat, khas perusahaan utilitas baseload yang efisien. 

Analisis menunjukkan Operating Profit Margin (OPM) BREN yang luar biasa tinggi, stabil di kisaran 72% hingga 80.51%, angka yang jauh di atas rata-rata industri. Setelah dikurangi biaya pendanaan dan pajak, Net Profit Margin (NPM) BREN tetap solid, berkisar antara 18.97% hingga 23.27%. 

Meskipun asetnya padat modal dan Return on Assets (ROA) hanya 3.23%, BREN mampu mencatatkan Return on Equity (ROE) yang sangat impresif, antara 24% hingga 44.11%. 

Disparitas antara ROA dan ROE ini adalah indikasi langsung dari penggunaan daya ungkit keuangan (leverage) yang signifikan. 

Dengan rasio Net Debt to Equity (DER) sekitar 1.82x hingga 2.21x, BREN menggunakan utang substansial yang dapat ditoleransi oleh sektor infrastruktur karena pendapatan yang dijamin kontrak PPA, namun tetap menimbulkan risiko keuangan yang harus dicermati.

Valuasi Ekstrem: Kesenjangan Antara Harga dan Laba Nyata

Titik paling kritis dan kontroversial dari BREN adalah valuasinya yang ekstrem dan anomali. Harga pasar saat ini didorong oleh ekspektasi yang jauh melampaui kemampuan fundamental perusahaan untuk menghasilkan laba. 

Fenomena ini terlihat jelas pada rasio Price-to-Earnings (P/E) BREN, yang tercatat dalam kisaran mencengangkan 526.39x hingga 548.24x. 

Rasio P/E di atas 500x ini menyiratkan ekspektasi pertumbuhan laba bersih jangka panjang yang tidak realistis alias diperlukan pertumbuhan abadi mendekati 10% per tahun, kontras dengan proyeksi pertumbuhan laba sub-sektor Utilitas yang hanya sekitar 2.78% (2025).

Anomali EV/EBITDA dan Kesimpulan Intrinsik

Bahkan ketika kita menggunakan metrik yang lebih adil, mengeliminasi efek utang dan depresiasi, yaitu rasio Enterprise Value to EBITDA (EV/EBITDA), anomali tetap terlihat ekstrem, tercatat antara 139.2x hingga 179.1x. 

Nilai ini 10 hingga 15 kali lipat lebih tinggi dari median sektor utilitas global yang hanya berkisar 8x hingga 15x, dan jauh melampaui pesaing utama di sektor geothermal. Secara ringkas, analisis berbasis arus kas tradisional, seperti Discounted Cash Flow (DCF), menyimpulkan bahwa nilai intrinsik saham BREN berada dalam kisaran yang jauh lebih rendah (Rp 244 hingga Rp 337 per lembar). 

Artinya, harga pasar BREN saat ini didominasi oleh sentimen teknikal dan narasi pasar, bukan oleh nilai fundamental yang dihasilkan dari bisnis intinya, memperdagangkan saham BREN di level yang secara analitis dianggap sangat overvalued.