EmitenNews.com - Dalam keberagaman budaya kuliner Indonesia, daging sapi memiliki peran sentral dan merupakan elemen utama dalam masakan tradisional. Meskipun demikian, konsumsi daging sapi relatif lebih rendah dibandingkan ikan/seafood dan ayam. Namun, preferensi terhadap daging sapi tetap tinggi di kalangan konsumen menengah ke atas.


Hal itu dikatakan Puji Lestari, Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam sambutannya pada webinar Riset Inovasi Ternak seri #7 bertopik “Inovasi dalam Pengembangan Industri Daging Sapi Indonesia Menuju Kualitas Daging Sapi Premium’’ yang dihelat Pusat Riset (PR) Peternakan BRIN secara daring, Kamis (14/12/2023) lalu.


‘’Mayoritas sapi pedaging lokal belum dipelihara sesuai dengan potensi genetik yang dimiliki memproduksi daging dan dipotong sebelum mencapai bobot potong yang optimal. Potensi penggemukan sapi lokal merupakan kunci untuk meningkatkan performa produksi dan kualitas daging,’’ papar Puji dalam keterangannya dikutip dari laman BRIN di Jakarta, Minggu (17/12/2023).


Dikatakannya, Indonesia memiliki berbagai jenis sapi lokal yang potensial dikembangkan menghasilkan daging premium berkualitas tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar kelas atas melalui branding daging sapi lokal berkualitas tinggi yang bersertifikat daging standar Indonesia (Beef Standard Indonesia),’’ ungkap Puji.


Pada kesempatan yang sama Tri Puji Priyatno, Kepala PR Peternakan ORPP BRIN menerangkan,” Terkait daging sapi, kita masih punya PR untuk mewujudkan swasembada daging sapi nasional, sudah beberapa kali dicanangkan tetapi belum berhasil merealisasikan targetnya. Bahkan kalau dilihat data lima tahun terakhir, produksi daging sapi nasional terus menurun, impor daging terus bertambah untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri, dan harga daging terus naik dari tahun ke tahun.”


Ia menambahkan, industri daging sapi nasional selama ini lebih difokuskan pada upaya meningkatkan kuantitas produksi daging, sedangkan upaya untuk meningkatkan kualitas daging yang mencapai kelas premium belum menjadi prioritas.

“Salah satu indikasinya adalah produk daging sapi lokal kita belum bisa diterima oleh hotel-hotel dan restoran-restoran yang menggunakan daging sapi kelas premium dan merupakan daging sapi premium impor. Kita perlu mengambil peluang untuk menguasai pangsa pasar tersebut dengan mengembangan daging sapi lokal kelas premium,” ucap Tri berharap.


Narasumber lain yang diundang berasal dari PR Peternakan BRIN dan mitra-mitra BRIN lainnya, yakni: Dr. Ir. Tanda Sahat Panjaitan, M.Sc. (Peneliti Ahli Madya PR Peternakan BRIN; dengan judul paparan: “Mencapai daging sapi premium dan eating quality untuk sapi Bali dengan menerapkan strategi pemberian pakan Lamtoro".


Narasumber terakhir yakni Panjono dan Rudy Priyanto berasal dari FAPET Universitas Gadjah Mada, masing-masing memaparkan bahan dengan judul paparan “Sistem produksi daging sapi premium” dan “Membuka potensi sapi lokal penghasil daging premium”. Terakhir Heather Burrow berasal dari The University of New England dengan judul paparan “Achieving high quality and safe beef in Australia and Indonesia”.(*)