EmitenNews.com — PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) menilai harus meningkatkan komposisi modal inti. Direktur Utama Bank BTN Haru Koesmahargyo mengatakan, saat ini rasio kecukupan modal minimum atau capital adequacy ratio (CAR) berada di level 18,15% di kuartal 1-2022.


Nilai itu meningkat 49 basis poin (bps) dari posisi kuartal 1-2021 sebesar Rp 17,65%. Haru bilang, bila dirinci, CAR dari modal tier 1 masih di level 13,23%.


“Dalam kondisi normal, sebenarnya ini belum ideal, namun tidak melanggar ketentuan yang ada. Tapi, kita lihat, untuk mendorong pertumbuhan ke depannya perlu permodalan yang kuat, utamanya disokong oleh tier 1,” ujarnya secara virtual pada Jumat (22/4).


Oleh sebab itu, bank berspesialisasi kredit perumahan ini merencanakan menggelar aksi penerbitan saham baru alias rights issue. Ia berharap, aksi korporasi ini masih sesuai rencana bisnis bank dan bisa dilakukan di 2022.


“Kita tunggu porsi pemerintah dan publik sebagai pemilik saham. Dari sisi pemerintah, kami tunggu dan lakukan proses permohonan izin kepada pemerintah. Dalam hitungan, BTN membutuhkan kurang lebih Rp 3 triliun untuk penambahan modal,” jelasnya.


Ia menyatakan bila rencana rights issue ini tidak sesuai dengan harapan alias gagal dilakukan, maka BTN bisa menggunakan modal tier 2 dalam menjaga CAR minimum. Kendati demikian, Haru mengklaim kinerja dan operasional BTN masih akan berjalan seperti saat ini.


Asal tahu saja, BTN membukukan laba bersih senilai Rp 774 miliar di kuartal 1-2022. Perolehan tersebut melonjak 23,89% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya atau year on year (yoy) senilai Rp 625 miliar.


Bank BTN berhasil menyalurkan kredit mencapai Rp 277,13 triliun di sepanjang Januari hingga Maret 2022. Nilai ini meningkat 6,04% dari posisi yang sama tahun lalu senilai Rp 261,34 triliun.


Menurut Haru, penyaluran kredit perumahan masih mendominasi total kredit perseroan pada kuartal 1-2022. Adapun kredit perumahan yang disalurkan Bank BTN hingga akhir Maret 2022 mencapai Rp248,57 triliun.


Dari jumlah tersebut KPR Subsidi pada kuartal I/2022 masih mendominasi dengan nilai sebesar Rp 134,04 triliun tumbuh 9,01% dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai Rp 122,96 triliun. Sedangkan KPR Non Subsidi tumbuh 5,16% menjadi Rp 84,28 triliun pada kuartal I-2022 dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 80,14 triliun.


“Kami memacu kredit dengan sangat memperhatikan prinsip kehati-hatian. Maka itu, rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) kami terus membaik. NPL Gross di level 3,6%, lebih rendah dari sebelumnya di level 4,25%, Sedangkan NPL Nett sebesar 1,28%, turun dari posisi 1,94%,” kata Haru.


Kenaikan kredit berdampak pada pendapatan bunga bersih atau net interest income (NII) yang tumbuh 28,81% pada kuartal 1-2022 menjadi Rp 3,57 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 2,77 triliun. Lonjakan NII tersebut membuat rasio net interest margin (NIM) Bank BTN juga mengalami kenaikan dari 3,31% pada akhir Maret 2021 menjadi 4,29% di kuartal I/2022.


Menurut Haru, meski rasio NPL mengalami perbaikan, Bank BTN pada kuartal 1-2022 tetap menaikkan rasio cadangan atau Coverage Ratio menjadi 146,73% dari 115,93% pada kuartal 1-2021.


Dari sisi dana pihak ketiga (DPK), Haru mengungkapkan pada kuartal 1-2022 perolehan DPK Bank BTN mencapai Rp 290,53 triliun. Dari jumlah tersebut perolehan dana murah atau CASA mencapai Rp 128,26 triliun naik sebesar 13,85% dibandingkan akhir Maret 2021 sebesar Rp 112,66 triliun.


“Kenaikan CASA yang cukup tinggi tersebut membuat porsi dana murah mengalami kenaikan menjadi 44,15% dari total DPK Bank BTN pada kuartal I/2022,” jelasnya.


Haru menegaskan, kenaikan dana murah Bank BTN berhasil menekan biaya dana atau cost of fund Bank BTN pada kuartal 1-2022 menjadi 2,41% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 3,69%.


Fokus Bank BTN dalam menggenjot perolehan dana murah dan memangkas dana mahal telah membuat total deposito perseroan mengalami penurunan 10,96% menjadi Rp 162,27 triliun pada kuartal 1-2022 dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 182,25 triliun.