EmitenNews - Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menyabut positif stimulus pemerintah yang mengecualikan dana hasil kelolaan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dari obyek pajak penghasilan (PPh). Ketentuan baru itu disebutkan dalam Pasal 45 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 18/2021 yang merupakan kepanjangan tangan dari UU Cipta Kerja.


Kepala BPKH Anggito Abimanyu mengatakan kebijakan baru ini merupakan lompatan besar setelah tiga kebijakan penting lainnya terkait perhajian yang keluar November 2020. Di PMK 18/2021 ini terdapat 15 instrumen syariah yang dikecualikan PPh nya, diantaranya tabungan, giro, deposito, saham, dan reksa dana.

"Insentif yang terkait haji dan umroh ini lebih banyak daripada yang diberikan kepada dana pensiun dan BPJS TK," kata Anggito dalam The Finance Forum bertema “Pengecualian Pajak BPKH Insentif Bagi Ekonomi dan Keuangan Syariah”, Rabu (10/3).


Anggito menyebut pada tahun 2020 BPKH membukukan dana kelolaan Rp145 triliun yang menghasilkan Rp7,42 triliun dana manfaat. Angka ini meningkat dari tahun 2018 dan 2019, dimana dana kelolaan tercatat Rp124 triliun dan Rp112 triliun, sedangkan nilai manfaatnya Rp5,7 triliun dan Rp7,36 triliun.


"Kalau menggunakan angka tahun lalu saja, Rp7,42 triliun, berarti PPh yang dibayarkan BPKH sekitar Rp1,49 triliun. Sekarang angka itu tidak perlu lagi disetor ke kas negara. Sehingga total nilai manfaatnya jika ditambahkan menjadi sekitar Rp8,9 triliun," jelas Anggito.


Ia berkeyakinan tahun ini jumlahnya akan lebih tinggi lagi. Sebab dalam kondisi pandemi, dimana perbankan syariah asetnya hanya tumbuh 10%, dana kelolaan BPKH tumbuh 15%.

"Salah satunya memang karena faktor haji 2020 (yang tertunda). Tapi kalau pun itu dikurangi masih tumbuh lebih tinggi dari industri," jelasnya.


Anggito melihat ada empat manfaat positif dari pengecualian pajak tersebut. Pertama, kebijakan ini berdampak pada peningkatan kualitas penyelenggaraan haji sekaligus mengurangi ketergantungan dari APBN.


Kedua, peningkatan likuiditas bank syariah (BPS-BPIH) dan bisnis investasi syariah. Ketiga, peningkatan kegiatan ekonomi disebabkan meningkatnya jumlah kas haji yang bisa diinvestasikan atau ditempatkan pada instrumen berbasis syariah. Dan keempat, bank syariah perlu reorientasi kepada investasi berbaris syariah.


Pembicara lainnya, Wakil Dirut Bank Syariah Indonesia (BSI), Abdullah Firman Wibowo, juga menyambut baik kebijakan tersebut, karena dengan demikian perbankan syariah akan mendapat limpahan likuiditas sebesar Rp1,5 triliun yang bisa dikelola dalam instrumen investasi.


Tapi ia melihat pelaksanaan ibadah haji di Indonesia unik, karena setoran awal haji Rp25 juta dan melunasi Rp35 juta, tapi ongkos haji sebenarnya Rp70 juta. Jadi ada subsidi Rp35 juta yang harus ditutup BPKH dari menginvestasikan dana yang dikelola.


"Sulit mencari investasi dengan yiedl sebesar itu. Apalagi dalam kondisi covid seperti sekarang, dimana likuiditas menumpuk di perbankan karena kegiatan banyak yang tidak berjalan normal," katanya.


Hal yang sama dikemukakan Budi Hikmat, Direktur Strategi Investasi Bahana TCW, yang juga melihat adanya keunikan dalam pengelolaan dana haji. Karena jamaah haji membayar cicilan jangka panjang dalam rupiah, sementara operasional haji, seperti biasa penerbangan, akomodasi dan lain-lain lebih banyak dalam mata uang asing.


"Yang paling unik, selama krisis 2020 dunia kebanjiran likuiditas yang menyebabkan suku bunga rendah, sehingga imbal hasil rendah. Jadi agak berbahaya bagi BPKH," kata Budi.


Apalagi BPKH juga menghadapi currency risk lantaran perbedaan mata uang yang disetor jamaah dan biaya yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan haji. Selama lima tahun terakhir rupiah melemah 6,2%, sepuluh tahun terakhir melemah 61,3%. "Ini yang menyebabkan beban BPKH jadi sangat besar," imbuhnya.


Menurut Budi perlu ada cara untuk mendapatkan solusi dengan produk-produk yang mengatasi tantangannya. Salah satu yang dipikirkan BPKH adalah kemungkinan investasi di Arab Saudi, pada proyek-proyek yang terkait langsung dengan jamaah, seperti penginapan. Atau yang sudah berjalan, keikutsertaan BPKH di Awqaf Property Investment Fund (APIF) yang pemilik terbesarnya IDB.(*)