Data ICW ada 212 Kasus Korupsi di Tubuh BUMN, Negara Rugi Rp64 Triliun

Ilustrasi logo Indonesia Corruption Watch. Dok. ICW.
EmitenNews.com - Terdapat 212 kasus korupsi di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada 2016 hingga 2023. Catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan, dari 212 kasus yang sudah ditindak aparat penegak hukum, negara merugi setidaknya sekitar Rp64 triliun.
Dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Sabtu (10/5/2025), ICW menyebutkan, dari ratusan kasus itu, terdapat 349 pejabat BUMN yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. Secara lebih spesifik, ada 84 tersangka yang dapat dikategorikan sebagai direktur, 124 tersangka sebagai pimpinan menengah (middle management), dan 129 tersangka yang dapat dikategorikan pegawai/karyawan.
Masih menurut ICW, hampir semua kasus korupsi di lingkungan BUMN berhasil terungkap berkat keberadaan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Salah satu unsur pembuktian dari dua pasal tersebut adalah adanya kalkulasi kerugian keuangan negara untuk mengidentifikasi keberadaan peristiwa korupsi.
"Pascarevisi UU BUMN, kerugian keuangan yang muncul dari BUMN tidak lagi dianggap sebagai kerugian keuangan negara. Dengan demikian, akan semakin sulit ke depan bagi aparat penegak hukum untuk dapat menindaklanjuti dugaan-dugaan korupsi yang terjadi di BUMN," tulis ICW.
Kerentanan terhadap kasus korupsi di lingkungan BUMN semakin diperparah dengan masih tertinggalnya pencegahan dan pemberantasan korupsi di sektor korporasi atau swasta.
Beberapa di antaranya yang tertinggal adalah terkait suap yang melibatkan pihak asing (foreign bribery); memperkaya diri secara tidak sah (illicit enrichment); perdagangan pengaruh (trading in influence); dan suap di sektor swasta (bribery in the private sector).
"Dengan logika UU BUMN baru yang tampaknya hendak menempatkan BUMN sebagai sebuah korporasi murni, apabila tidak disusul dengan pembentukan paket regulasi yang secara progresif dapat membendung keberadaan korupsi di sektor swasta seperti di atas, memberantas korupsi di tubuh BUMN hanya akan menjadi angan-angan semata," tulis ICW.
Seperti diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terancam tidak lagi memiliki wewenang untuk menangkap dan memproses hukum direksi BUMN setelah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN berlaku pada 24 Februari 2025.
Dalam UU BUMN yang baru, terdapat dua pasal penting yang menjadi tantangan bagi KPK, yaitu Pasal 3X Ayat (1) yang berbunyi "Organ dan pegawai Badan bukan merupakan penyelenggara negara".
Lalu, Pasal 9G yang berbunyi "Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara".
KPK tetap berwenang mengusut kasus korupsi petinggi BUMN
Bagusnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto sudah menegaskan, lembaga antirasuah tetap berwenang mengusut kasus korupsi yang dilakukan oleh para bos perusahaan negara tersebut. Jadi, Undang-Undang BUMN yang baru, tidak menghalangi KPK mengusut kasus korupsi yang melibatkan direksi, komisaris, atau pengawas di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Setyo Budiyanto menanggapi beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) terkait status penyelenggara negara dan kerugian keuangan negara.
"KPK berpandangan tetap memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Direksi/Komisaris/Pengawas di BUMN," kata Setyo Budiyanto.
Mengutip Pasal 9G UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN menyatakan Anggota Direksi/Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN bukan Penyelenggara Negara, ternyata kontradiktif dengan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
"Ketentuan tersebut kontradiktif dengan ruang lingkup Penyelenggara Negara yang diatur dalam Pasal 1 angka 1, Pasal 2 angka 7 beserta Penjelasannya dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)," ujar jenderal polisi bintang tiga itu.
Keberadaan UU Nomor 28 Tahun 1999 merupakan hukum administrasi khusus berkenaan dengan pengaturan Penyelenggara Negara, yang memang bertujuan untuk mengurangi adanya KKN. Karenanya, sangat beralasan jika dalam konteks penegakan hukum tindak pidana korupsi berkenaan dengan ketentuan Penyelenggara Negara.
Related News

World Expo 2025, RI Tawarkan Kredit Karbon Berbasis Hutan TropisĀ

Kapolri Pastikan, Siap Tindak Tegas Setiap Aksi Premanisme

Waisak 2025 di Borobudur, Gelar Amal Bakti Kesehatan Untuk Semua Umat

Kasus Korupsi-TPPU Duta Palma, Kejagung Sita Rp6,8T dan Uang Asing

Usut Kasus Korupsi di Telkomsigma, KPK Periksa Dirut GRC di Lapas

Dua Petinggi RS Abdi Waluyo Dilaporkan ke Polisi, Soal Warisan Rp9T