EmitenNews.com - Perekonomian Indonesia tengah menggeliat seiring dengan berbagai dinamika terkini baik di dalam maupun luar negeri. Mulai dari ketidakpastian yang timbul akibat pergantian pemerintahan pada Oktober 2024, hingga perubahan The FED. Di tengah ketidakpastian pasar, SimInvest mengeluarkan prediksinya.  

Hal ini menjadi bahasan dari Webinar bertajuk ‘Guidance Amidst The Volatility’ yang digelar oleh Sinarmas Sekuritas (SimInvest) pada Senin (24/6/2024). Hadir sebagai narasumber Aryo Perbongso (Head of Fixed Income Research Sinarmas Sekuritas) dan Inav Haria Chandra (Deputy Head of Research Sinarmas Sekuritas). 

Dalam rilisnya yang diterima Selasa (25/6/2024), Head of Fixed Income Research Sinarmas Sekuritas, Aryo Perbongso menggarisbawahi dampak revisi terbaru The FED dan kaitannya ekonomi Indonesia. Federal Reserve (FED) telah mengeluarkan revisi terbaru proyeksi FED. Menurut proyeksi terbaru ini, FED telah mengakomodasi penurunan suku bunga sekali dan mengakui bahwa inflasi menjadi “sticky”. 

Informasi ini telah diperhitungkan di pasar, sehingga imbal hasil Treasury AS tenor 10 tahun mencapai 4,26% pada 20 Juni 2024. Sebaliknya, imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia bertenor 10 tahun meningkat, dan nilai tukar USD/IDR terdepresiasi menjadi 16.430.

Penyebabnya, adanya persepsi ketidakpastian terhadap kebijakan pemerintah. Kondisi pasar pendapatan tetap Indonesia saat ini menunjukkan perkiraan peningkatan pasokan obligasi pemerintah meskipun terjadi penurunan permintaan. 

Sementara itu, kondisi SRBI cukup baik karena SRBI memberikan imbal hasil bersih lebih tinggi dibandingkan obligasi pemerintah dengan jangka waktu yang sama dan sudah mencapai Rp780 triliun.

“Untuk obligasi korporasi, pasokannya masih terbatas meski menawarkan imbal hasil yang relatif tinggi,” pungkas Aryo Perbongso.

Sementara itu Inav Haria Chandra (Deputy Head of Research Sinarmas Sekuritas) menambahkan, meski pun di tengah ketidakpastian, kinerja indeks saham gabungan diprediksi masih memiliki ruang untuk kembali menguat pada kuartal 3. Ekspektasi pasar akan pemangkasan suku bunga oleh The Fed diprediksi akan mendorong pelemahan US Dollar, sehingga berpotensi mendorong arus likuiditas kembali ke emerging market. 

Dalam pandangan Inav Haria Chandra, sektor pertambangan, terutama logam dasar, dapat menjadi pilihan saat ini. Penurunan suku bunga global akan mendorong ekspektasi pemulihan pertumbuhan ekonomi, sehingga berdampak positif terhadap harga logam dasar. 

“Penguatan harga juga akan didukung oleh kebijakan stimulus pada sektor properti yang sedang gencar dilakukan oleh pemerintah China,” pungkas Deputy Head of Research Sinarmas Sekuritas, Inav Haria Chandra. ***