EmitenNews.com - Effendi Gazali menuntut kesetaraan perlakuan dari KPK. Usai diperiksa penyidik sebagai saksi kasus korupsi dana bantuan sosial covid-19, yang menjerat eks Menteri Sosial Juliari P Batubara, pakar komunikasi politik itu, mempertanyakan kapan yang besar-besar juga diperiksa. Ia memenuhi panggilan pemeriksaan untuk Pejabat Pembuat Komitmen Kementerian Sosial, Matheus Djoko Santoso, Kamis (25/3/2021).

 

Kepada pers, pukul 18.45 WIB, usai diperiksa penyidik KPK, Effendi Gazali menyatakan tidak terlibat kasus korupsi dana bansos Covid-19 wilayah Jabodetabek tahun 2020. Dalam pemeriksaan ia mengaku, lebih banyak membahas tentang seminar riset bansos, 23 Juli 2020, yang mendudukkannya sebagai pembawa acara, atau fasilitator. Salah satu pembicaranya, Ray Rangkuti. Dalam seminar itu, dia menyinggung soal dewa-dewa penerima dana bansos. "Jangan dimakan semua oleh dewa-dewa.”

 

Meski belum menerima panggilan secara resmi, hanya melalui pesan lewat WhatsApp, untuk menghormati proses hukum Effendi Gazali tetap datang di KPK. Pria kelahiran Padang, Sumatera Barat, 54 tahun lalu itu, memastikan tak ada hubungannya dengan CV Hasil Bumi Nusantara, atau PT, penerima pengerjaan pengadaan bansos Covid-19, yang dikaitkan dengannya. “Saya juga nggak pernah terima aliran dana. Kalau KPK benar-benar mau menegakkan keadilan, yang besar-besar kapan dipanggil?".

 

Effendi menuturkan, KPK memintanya memenuhi panggilan penyidik dengan membawa berkas rekening perusahaan, yang ditengarai menerima aliran dana. Ia mengaku bingung, karena merasa tak terkait kasus itu. "Jadi isi pemanggilannya, 'harap membawa rekening perusahaan sejak 1 Januari 2020 dan PO bansos Kemensos'. Saya ambil rekening siapa? Dari perusahaan mana?".

 

Karenanya, Effendi berharap penyidik KPK dapat mengkonfrontasi dirinya dengan pemilik perusahaan yang dimaksud. "Gampangnya, panggil saja PT atau CV-nya itu. Panggil dan konfrontasi ke saya, apakah dia memang dapat, kapan dikasih, dan kemudian apa urusannya dengan saya." 

 

Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan Juliari Batubara sebagai tersangka. Ia diduga mendapatkan jatah atau fee Rp10 ribu per paket bansos. Dari situ Juliari dan beberapa pegawai Kementerian Sosial mendapatkan Rp17 miliar. Sebanyak Rp8,1 miliar diduga telah mengalir ke kantong politikus PDI Perjuangan itu. Juliari juga dijanjikan mendapatkan jatah sebesar Rp8,8 miliar pada pengadaan bansos periode kedua.

 

Selain Juliari, KPK turut menetapkan dua PPK di Kementerian Sosial, yakni Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW), sebagai tersangka penerima suap. Tersangka lainnya, pemberi suap dari pihak swasta bernama Ardian I M (AIM) dan Harry Sidabuke.

 

KPK menyita barang bukti berupa uang Rp14,5 miliar, yang terbagi-bagi dalam pecahan rupiah maupun mata uang asing. Rinciannya, Rp11, 9 miliar, USD171,085 atau setara Rp2,420 miliar, dan sekitar SGD23.000 atau Rp243 juta. ***