EmitenNews.com - Tidak ada rencana penghapusan kelas BPJS Kesehatan saat penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Dengan sistem baru, yang rencananya akan diberlakukan mulai 30 Juni 2025 itu nantinya, pemerintah hanya menjalankan standarisasi dengan 12 kriteria yang ditetapkan. Intinya, penerapan KRIS fokus ke standarisasi fasilitas. Jadi, bukan kelas perawatan.

"Tidak ada penghapusan kelas itu. Tidak ada. Karena, yang sekarang ini kan kelas 3 standarnya seperti apa, nggak jelas. Kelas 2 seperti apa, kelas 1 seperti apa. Ada yang kelas 3 ada AC, ada yang nggak ada, maunya sendiri. Semua itu, seharusnya terstandarisasi," kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti di Kantor BPJS Kesehatan, Jakarta Pusat, Jumat (17/5/2024).

Seperti diketahui, rencana pemerintah menerapkan Kelas Rawat Inap Standar, atau  KRIS BPJS Kesehatan mendapat sorotan masyarakat. Dengan penerapan KRIS itu, banyak yang beranggapan kelas 1,2, dan 3 BPJS Kesehatan akan dihapus. Ternyata, yang ada penegasan standarisasi.

Ali Ghufron Mukti juga menjawab asumsi bahwa nantinya layanan bagi peserta kelas 1 BPJS Kesehatan akan turun kelas karena adanya KRIS. Menurutnya, pihak yang berasumsi seperti itu belum paham dengan penerapan KRIS.

Bersama Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Ali Ghufron Mukti mengaku telah membantah bahwa kelas BPJS kesehatan tidak dihapus. Pihak DPR RI juga sudah mengeluarkan bantahan yang sama. Initinya, pemerintah hanya menjalankan standarisasi dengan 12 kriteria yang ditetapkan.

Terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan, Ghufron menyebut pihaknya masih menunggu hasil evaluasi. Ia menyebut iuran naik maka pelayanan akan lebih bagus. "Ya, ada kenaikan boleh agar lebih bagus. Tidak juga boleh, dengan strategi yang lain. Tetapi yang jelas ini menunggu semuanya evaluasi itu."

Isu lain yang dibantah, menyangkut iuran kelas BPJS Kesehatan bakal menggunakan tarif tunggal. Penetapan tarif menjadi kewenangan Dewan Jaminan Sosial Nasional, dan masih terus dievaluasi. 

Perbedaan tarif iuran antarpeserta merupakan bentuk dari gotong-royong. Kalangan mampu seharusnya membayar lebih banyak, sementara yang miskin dibantu oleh pemerintah.

Dalam keterangannya yang dikutip Sabtu (18/5/2024), Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena memperkirakan biaya untuk rumah sakit melakukan perbaikan terkait dengan penerapan KRIS membutuh dana sekitar Rp2 miliar. Hal ini berdasarkan kunjungannya ke RSUP dr. Johannes Leimena Ambon yang melakukan uji coba KRIS.

"Kita sudah memperkirakan juga, rumah sakit pemerintah pusat, provinsi, pasti dia punya anggaran. Misalnya, dari 15 rumah sakit yang diuji coba, saya pergi ke Leimena di Ambon, dihitung-hitung kurang lebih Rp2 miliar untuk merapikan semuanya itu," katanya di Gedung BPJS Kesehatan di Jakarta Pusat, Jumat (17/5/2024). ***