EmitenNews.com - Bank Indonesia (BI) melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) Mei 2022 pada 23-24 Mei 2022 memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan sebesar 3,5 persen. Keputusan ini sesuai dengan perkiraan sejumlah pengamat memperhatikan fundamental ekonomi yang masih cukup kokoh meskipun ada ancaman inflasi.


Selain mempertahankan suku bunga acuan, BI juga mempertahankan suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%.


Dengan keputusan ini berarti suku bunga acuan sebesar 3,50% sudah bertahan selama 15 bulan terakhir. Level 3,50% adalah suku bunga acuan terendah dalam sejarah Indonesia merdeka.


Gubernur BI, Perry Warjiyo, saat menyampaikan hasil RDG secara virtual, Selasa (24/5) mengatakan keputusan ini sejalan dengan perlunya pengendalian inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar, serta tetap mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah tingginya tekanan eksternal terkait dengan ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina serta percepatan normalisasi kebijakan moneter di berbagai negara maju dan berkembang.


Sejalan dengan hal tersebut, Bank Indonesia menempuh penguatan bauran kebijakan sebagai berikut:


1. Memperkuat kebijakan nilai tukar Rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang sejalan dengan mekanisme pasar dan fundamental ekonomi;
2. Mempercepat normalisasi kebijakan likuiditas melalui kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah secara bertahap.


"Kewajiban minimum GWM Rupiah untuk BUK (Bank Umum Konvensional) yang pada saat ini sebesar 5,0% naik menjadi 6,0% mulai 1 Juni 2022, 7,5% mulai 1 Juli 2022 dan 9,0% mulai 1 September 2022," paparnya.


Kewajiban minimum GWM Rupiah untuk BUS (Bank Umum Syariah) dan UUS (Unit Usaha Syariah) yang pada saat ini sebesar 4,0%, naik menjadi 4,5% mulai 1 Juni 2022, 6,0% mulai 1 Juli 2022, dan 7,5% mulai 1 September 2022.


Kemudian pemberian remunerasi sebesar 1,5% terhadap pemenuhan kewajiban GWM setelah memperhitungkan insentif bagi bank-bank dalam penyaluran kredit/pembiayaan kepada sektor prioritas dan UMKM dan/atau memenuhi target RPIM.


BI berkeyakinan kenaikan GWM tersebut tidak akan mempengaruhi kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit/pembiayaan kepada dunia usaha dan partisipasi dalam pembelian SBN untuk pembiayaan APBN.


3. Meningkatkan insentif bagi bank-bank yang menyalurkan kredit/pembiayaan kepada sektor prioritas dan UMKM dan/atau memenuhi target RPIM mulai berlaku 1 September 2022.


Dalam hal ini pelonggaran atas kewajiban pemenuhan GWM Rupiah rata-rata menjadi maksimal sebesar 2%, yaitu melalui insentif atas pemberian kredit/pembiayaan kepada sektor prioritas paling besar 1,5% dari sebelumnya paling besar 0,5%, dan insentif pencapaian RPIM tetap paling besar 0,5%;


Perluasan cakupan subsektor prioritas dari 38 subsektor prioritas menjadi 46 subsektor prioritas yang dibagi dalam 3 kelompok yaitu resillience (kelompok yang berdaya tahan), growth driver (kelompok pendorong pertumbuhan), dan slow starter (kelompok penopang pemulihan).


Pemberian insentif tersebut ditujukan untuk semakin meningkatkan peran perbankan dalam pembiayaan inklusif dan pemulihan ekonomi nasional.


4. Melanjutkan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga kredit sektor prioritas;


5. Melanjutkan dukungan pengembangan UMKM melalui penyelenggaraan Karya Kreatif Indonesia (KKI), dalam rangka mendorong pemulihan ekonomi, termasuk Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (GBBI) dan Gerakan Bangga Berwisata Indonesia (GBWI);


6. Memperkuat kebijakan sistem pembayaran untuk mendukung pemulihan ekonomi dan akselerasi digitalisasi yang inklusif melalui: Melanjutkan masa berlaku kebijakan batas minimal pembayaran dan nilai denda keterlambatan pembayaran Kartu Kredit dari semula 30 Juni 2022 menjadi 31 Desember 2022 guna mendukung perkembangan transaksi Kartu Kredit dengan tetap menjaga risiko kredit.