EmitenNews - Kengerian kita terhadap penyebaran virus corona (covid-19) sampai membuat kita lupa bahwa tuberkulosis (TB) atau yang lebih dikenal sebagai TBC sampai sekarang masih merupakan penyakit paling menular dan mematikan di dunia.


Mengacu pada WHO Global TB Report tahun 2020, 10 juta orang di dunia menderita TB dan menyebabkan 1,2 juta orang meninggal setiap tahunnya. Jauh melampaui covid-19 yang sampai 25 Maret 2021 tercatat 124,5 juta orang yang terkonfirmasi positif dari 223 negara dengan jumlah meninggal 2,7 juta.


Indonesia sendiri merupakan salah satu dari tiga negara dengan beban TB terbesar di dunia bersama India dan China. Berdasarkan WHO Global TB Report tahun 2020, di Indonesia penderita TB mencapai 845.000 orang dengan angka kematian sebanyak 98.000 atau setara dengan 11 kematian per jam. Bandingkan dengan covid-19 yang meskipun angka paparannya mencapai 1,4 juta, tapi angka kematiannya tidak sampai separuhnya, yakni 40.081 jiwa per 25 Maret.


Maka benar jika Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyebut penyakit TB bukan sekedar masalah kesehatan, akan tetapi berdampak signifikan terhadap masalah produktivitas sumber daya manusia Indonesia.


Menko mengungkapkan, sebanyak 75% kasus TB terjadi pada usia produktif (15-54 tahun), dan 8,2% kasus menjangkit anak usia kurang dari 15 tahun. Orang yang menderita TB resisten obat atau Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR-TB) akan kehilangan pendapatan sebesar 38% dan 70%. Dampak total kerugian ekonomi akibat TB adalah sekitar Rp 136,7 miliar per tahun.


"Ini menunjukkan bahwa TB punya pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas penduduk Indonesia," ujar Muhadjir dalam sambutannya pada peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia 2021, yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan secara virtual, Rabu (24/3).


Menko Muhadjir menjelaskan, untuk memerangi permasalahan TB, Indonesia sudah menandatangani kesepakatan bersama dengan semua pemimpin dunia untuk mencapai eliminasi TB pada tahun 2030. Hal itu, dikatakannya, sejalan dengan target pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals-SDG’s) pada Sidang Umum PBB.


"Pada peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia Tahun 2021 ini, kembali kita ingatkan untuk mengevaluasi upaya-upaya yang telah kita lakukan pada tahun sebelumnya dan kembali menyatukan langkah, bahu membahu bergandeng tangan untuk bersinergi dan semakin menguatkan upaya kita memerangi TB ke depan," terangnya.



Lebih lanjut, Menko PMK mengungkapkan, pendekatan kesehatan saja tidaklah cukup untuk menangani TB. Karena itu pemerintah juga tengah menyiapkan Perpres Penanggulangan TB di Indonesia dengan menekankan keterlibatan lintas sektoral.


"Kita akan segera menerbitkan Perpres Penanggulangan TB yang sekarang masih dalam proses penandatanganan oleh Presiden," ungkap dia.


Perpres akan menekankan pentingnya jajaran multi sektoral untuk terlibat dalam intervensi pengendalian faktor risiko TB dalam peningkatan derajat kesehatan perseorangan, intervensi perubahan perilaku masyarakat, peningkatan kualitas rumah tinggal pasien, perumahan dan pemukiman. "Serta pencegahan dan pengendalian infeksi TB di fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Ruang Publik, secara bersama-sama semua pemangku kepentingan baik pusat maupun daerah," imbuh Menko Muhadjir.


Menko PMK tak memungkiri bahwa kehadiran wabah Covid-19 berpengaruh signifikan terhadap upayakan menumpas TB. Akan tetapi dia mengatakan, adanya wabah Covid-19 seharusnya menjadi nilai tambah dan sinergi positif dalam memerangi TB.


Menurutnya, seluruh fokus penanganan Covid-19 juga bisa dimanfaatkan simultan dalam memerangi TB. "Karena soal tracing, tracking, testing dan treatment sebetulnya covid-19 dan TB hampir sama, dan begitu juga dengan peralatan yang diperlukan juga tidak jauh berbeda," ujarnya.


Muhadjir mengatakan, hal tersebut bisa menjadi agenda ke depan untuk memaksimalkan perang melawan covid-19 bersamaan dengan perang melawan TB.(*)