EmitenNews.com - Ada pengusaha asal Aceh di balik lahirnya maskapai baru, Indonesia Airlines. Namanya, Iskandar, putra asli Indonesia kelahiran Bireuen, Aceh, 7 April 1983. Tamatan Universitas Syiah Kuala (USK), Banda Aceh itu, dijuluki sebagai 'The Founder', pendiri sekaligus CEO Calypte Holding, yang berbasis di Singapura.

Mengutip CNN Indonesia, Selasa (11/3/2025), Iskandar menduduki jabatan sebagai CEO dan Ketua Eksekutif Calypte Holding, perusahaan yang menaungi maskapai penerbangan Indonesia Airlines. Peresmian Indonesia Airlines Group, dilakukan pada 7 Maret 2025 melalui pencatatan resmi di hadapan notaris. 

Karier profesional Iskandar dimulai saat bekerja di Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias pascatsunami 2004. Pada 2006 hingga 2009, ia sempat bergabung dengan PLN, sebelum kemudian beralih ke dunia perbankan dan asuransi. 

Iskandar mengembangkan diri, dengan mulai aktif berkomunikasi dengan nasabah yang ahli di bidang kelistrikan. Dari situ, Iskandar merintis bisnis di sektor energi. Pada 2015, ia keluar dari dunia perbankan dan mulai mengembangkan proyek kelistrikan di Indonesia, dengan mengajak investor dari berbagai negara. 

Pada 2017, Iskandar mendirikan perusahaan kelistrikan dengan modal yang dikumpulkannya selama berkarier di sektor keuangan. Namun, bisnis tersebut tidak berjalan sesuai harapan saat pandemi Covid-19. 

Pantang menyerah, Iskandar merintis usaha baru dengan rekan dari Singapura. Inisiatif ini melahirkan Calypte Holding Pte. Ltd., yang kini mengembangkan bisnis di tiga sektor utama: energi, pertanian, aviasi. Dari perusahaan ini lahirlah maskapai Indonesia Airlines, yang berbasis di Bandara Internasional Soekarno-Hatta Jakarta. 

"Indonesia Airlines akan berbasis di Bandara Soekarno Hatta Jakarta, Tangerang, Banten. Berdasarkan perencanaan bisnis dan hasil studi kelayakan yang telah disusun, Indonesia Airlines hanya akan berfokus pada penerbangan internasional," ujar Iskandar.

Indonesia Airlines akan memiliki 20 armada pesawat di awal operasi. Jumlah itu terdiri atas 10 unit pesawat berbadan kecil (Airbus A321neo atau A321LR) dan 10 unit pesawat berbadan lebar (Airbus A350-900 dan Boeing 787-9).

Iskandar menyebutkan, layanan kabin menjadi salah satu perhatian khusus. Untuk menghasilkan layanan kabin terbaik, ia telah merekrut seorang manajer awak kabin dari British Airways, yang juga bagian dari Komite Korporasi Pramugari Eropa (EBAA) dan seorang wakil manajer awak kabin dari Emirates.

Satu hal, pemakaian nama Indonesia dalam airlines yang digadang-gadang bakal melayani rute internasional itu, dipertanyakan Pengamat Penerbangan Alvin Lie. Maklum saja, maskapai asing itu berada di bawah bendera Calypte Holding Pte. Ltd, yang berkantor pusat di Singapura.

"Aneh. Badan hukum asing mendirikan airline dengan nama Indonesia dan akan berbasis di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta," kata mantan politikus PAN itu, kepada CNNIndonesia.com, Selasa (11/3/2025).

Kesannya, para pendiri Indonesia Airlines tidak mengerti etika dan protokol diplomatik, jika perusahaan negara lain ingin menggunakan kata "Indonesia". Pemerintah negara tersebut seharusnya berkonsultasi untuk mendapat persetujuan pemerintah Indonesia.

"Sepertinya penggunaan nama dan lambang negara tidak boleh dipakai sebagai merek dagang oleh Badan Hukum Asing," tegas mantan anggota DPR RI itu.

Yang juga menjadi masalah, maskapai Indonesia Airlines belum mengantongi izin  Kementerian Perhubungan. Plt Direktur Jenderal Hubungan Udara Kemenhub Lukman F Laisa menegaskan, sejauh ini tak ada pengajuan izin dari Indonesia Airlines. Pihaknya juga belum menerima permohonan pendirian dan operasional badan usaha tersebut. ***