EmitenNews.com - Indonesia menunda sementara waktu penggunaan vaksin Covid-19 dari AstraZeneca. Pemerintah masih menunggu hasil penelitian dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai efek samping dari vaksin asal Inggris tersebut. Belasan negara lainnya juga menangguhkan pemakaian vaksin dengan efikasi sekitar 62,1 persen itu. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menerbitkan izin penggunaan darurat untuk vaksin AstraZeneca. 

 

"Berita yang kami terima dari WHO, mereka masih meneliti. Kami juga terima dari MHRA itu BPOM-nya UK, dan EMA itu European Medical Authority, mereka sekarang belum mengkonfirmasi apakah ini ada korelasinya (efek samping) karena vaksin atau tidak," kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam Rapat Kerja di Komisi IX DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/3/2021).

 

Penundaan penyuntikan vaksin AstraZeneca bukan hanya oleh Indonesia. Sejumlah negara juga telah mengambil langkah seperti itu, usai ada laporan kasus pembekuan darah, termasuk satu kasus kematian. Antara lain, Denmark. Mereka mengumumkan penangguhan selama dua minggu setelah adanya kasus pembekuan darah. Menteri Kesehatan Magnus Heunicke mengatakan, langkah itu diambil untuk tindakan pencegahan. “Kami bertindak lebih awal, itu perlu diselidiki secara menyeluruh.”

 

Berikutnya, Islandia, Spanyol, Norwegia, Italia, Thailand, Austria, Bulgaria. Kemudian, Estonia, Latvia, Lithuania, dan Luksemburg, yang menangguhkan penyuntikan batch vaksin AstraZeneca yang sama dengan Austria, yaitu ABV5300. Lalu, Jerman, Perancis, Kongo, dan Irlandia. Senin (151/3/2021), pemerintah Jerman mengatakan menangguhkan penggunaannya, dengan regulator vaksin, Institut Paul Ehrlich, dan menyerukan penyelidikan lebih lanjut. 

 

Sementara itu, sebanyak 1.113.600 dosis vaksin Oxford/AstraZeneca dari Inggris telah tiba di Indonesia, Senin (8/3/2021). Dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring melalui YouTube Sekretariat Presiden, Senin (8/3/2021), Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, kedatangan vaksin corona asal Inggris itu, pengiriman pertama dari hasil kerja sama multilateral. "Indonesia menerima pengiriman pertama sebanyak 1.113.600 vaksin jadi, dengan total berat 4,1 ton yang terdiri dari 11.136 karton.”

 

BPOM telah menerbitkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) untuk vaksin AstraZeneca. Dalam konferensi pers virtual, Selasa (9/3/2021), Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan, pihaknya menerbitkan persetujuan penggunaan masa darurat (vaksin Covid-19 Astrazeneca) pada 22 Februari 2021, dengan nomor EUA 2158100143A1. Dari uji klinis, vaksin Covid-19 AstraZeneca memiliki efikasi sebesar 62,1 persen. Jumlah ini sudah memenuhi kriteria Organisasi Kesehatan Dunia, yaitu besaran efikasi minimal 50 persen. 

 

Meski sejumlah negara menangguhkan, Inggris masih melanjutkan penyuntikan vaksin AstraZeneca. Kepala Keamanan Vaksin Badan Pengatur Produk Obat dan Kesehatan Inggris (MHRA) Dr. Phil Bryan menyebut, saat ini belum bisa dipastikan hasil dari bekuan darah tersebut akibat vaksin. Penggumpalan darah, kata dia, bisa terjadi secara alami. “Lebih dari 11 juta dosis vaksin Covid-19 AstraZeneca sekarang telah diberikan di seluruh Inggris.”

 

Persoalannya, Menkes Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, sebanyak 1.113.600 dosis vaksin asal Inggris itu, akan kedaluwarsa pada Mei 2021. Itu berarti, vaksin covid-19 asal Inggris itu hanya bisa digunakan kurang dari tiga bulan lagi. Biasanya, masa pakai vaksin Covid-19 selama 6 bulan hingga 1 tahun. "Yang critical sebenarnya AstraZeneca karena sudah datang, tetapi kita baru tahu expired-nya Mei 2021," kata Menkes Budi Gunadi Sadikin dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR RI, Senin (15/3/2021).

 

Repotnya lagi, meski sudah berada di Indonesia, vaksin AstraZeneca belum bisa digunakan, karena dugaan efek samping pembekuan darah setelah penyuntikan itu. Penggunaannya masih menunggu kajian dari Badan Pengawas Obat dan Makanan, serta Ahli Imunisasi Nasional (ITAGI), selain menunggu kajian WHO. Lalu, untuk penggunaannya dalam program vaksinasi massal oleh pemerintah, masih menunggu proses alokasi dari Kementerian Kesehatan dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).