EmitenNews.com - Indonesia merupakan produsen mebel, kerajinan dan homede?cor dengan keunggulan komparatif berbasis sumber daya alam. Keunggulan tersebut menjadi modal kuat dalam menghasilkan produk bersifat unik dan berbeda yang tidak mudah disaingi negara lain.


Terkait dengan itu pemerintah menargetkan ekspor mebel dan kerajinan senilai USD5 miliar pada akhir 2024. "Artinya, berdasarkan realisasi ekspor 2021 hingga 2024 dibutuhkan pertumbuhan minimal 13,4% per tahun," ungkap Menko Perekonomian Airlangga Hartarto saat membuka Indonesia International Furnitur Expo (IFEX) 2023 di Jakarta (9/3).


Ekspor produk furnitur dan kerajinan pada 2022 adalah sebesar USD3.5 miliar. Guna meningkatkan nilai ekspor tersebut diperlukan peningkatan kualitas produk furnitur yang dihasilkan, serta melakukan cara pemasaran yang tepat agar produk itu bisa dikenal di seluruh Indonesia maupun mancanegara.


Pada penyelenggaraan IFEX 2023 ini dilaksanakan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) oleh Ketua Presidium Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur dengan Ketua Umum Indonesian E-Commerce Association Indonesia (idEA) Bima Laga. MoU tersebut menyepakati pelaksanaan Pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Pemasaran Produk Mebel melalui Platform Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.


HIMKI dan idEA juga akan duduk bersama terlebih dulu guna membahas bentuk lanjutan kerja sama untuk mendorong potensi Pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Pemasaran Produk pada Platform Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Melalui MoU tersebut diharapkan mampu mengembangkan kompetensi para pengrajin furnitur melalui pelatihan pemasaran digital serta penyediaan sarana pemasaran secara daring sehingga meningkatkan kinerja industri furnitur nasional dan mempercepat pencapaian target ekspor.


Terdapat dua hambatan utama yang dihadapi industri furnitur Indonesia, yakni tentang bahan baku dan Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK). Ketersediaan bahan baku merupakan permasalahan klasik pada sektor furnitur dan kerajinan yang harus segera diatasi. Pelaku usaha furnitur yang sebagian besar UMKM membutuhkan jaminan kemudahan mendapatkan bahan baku, sehingga hal ini akan dikoordinasikan antara Kemenko Perekonomian dengan Kementerian Perindustrian serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.


Menyoal legalitas bahan baku, Uni Eropa (EU) mensyaratkan sertifikasi dalam bentuk Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT) yang mengharuskan traceability semua produk kehutanan guna memastikan produk tersebut bukan berasal dari hutan ilegal.


Terkait ekspor, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) akan menyusun roadmap industri furnitur dan kerajinan terkait pembiayaan dan strategi agar target ekspor sebesar USD5 miliar pada 2024 dapat tercapai.(*)