Industri Masih Lesu, Appnindo Minta Cukai Tembakau Tak Naik Dulu
EmitenNews.com - Asosiasi Pengusaha Penghantar Nikotin Indonesia (Appnindo) berharap pemerintah tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dulu, terutama untuk hasil produk tembakau lainnya (HPTL). Alasannya, kondisi industri masih lesu sebagai dampak pandemi Covid-19.
Ketua Appnindo, Roy Lefrans, mengungkapkan pada semester I-2021 penjualan HPTL sudah anjlok sampai 50 persen. Dan sampai akhir tahun ini diperkirakan penurunan penjualan tersebut bertambah sekitar 30 persen, sehingga banyak toko yang tutup permanen dan memaksa produsen mengurangi produksi.
"Produksi yang turun, otomatis membuat produsen mengerem pemesanan cukai. Kami berharap pemerintah lebih bijaksana dalam menentukan kebijakan terkait cukai. Pilihan mempertahankan beban cukai adalah yang paling tepat untuk kondisi saat ini," ujar Roy dalam keterangan di Jakarta, Senin (13/9).
Selain meringankan dampak yang dirasakan produsen, menurutnya mempertahankan beban cukai HPTL juga dapat berguna untuk membatasi peredaran HPTL ilegal. Mengacu data Bea Cukai Kementerian Keuangan tahun 2018, tercatat ada 218 penindakan terhadap produk HPTL ilegal dengan nilai barang hasil penindakan (BHP) Rp1,59 miliar. Sedangkan pada 2019, penindakan menurun menjadi 104 kasus dengan nilai BHP Rp522 juta.
"Hal itu sedikit banyak dinilai mencerminkan pelaku HPTL cukup patuh membayar cukai. Kenaikan beban cukai diharapkan tidak menimbulkan polemik baru terkait HPTL ilegal," imbuh Roy.
Senada dengan Appnindo, Ketua Umum Koalisi Bebas TAR (Kabar) Ariyo Bimmo berharap selain mempertahankan beban cukai untuk HPTL, pemerintah juga membuat aturan cukai khusus bagi HPTL.
"Regulasi atau PMK khusus jelas perlu ada, karena produk HPTL memiliki profil risiko yang berbeda. Semangat pengawasan cukai adalah soal profil risiko. Saat risiko suatu produk lebih rendah, penghitungan seharusnya dibedakan dan lebih rendah," ujar Ariyo.
Ketentuan cukai HPTL masih diatur dalam PMK 146/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Beleid tersebut mengatur cukai seluruh produk hasil tembakau.
Ariyo juga menambahkan, karena memilki sifat harm reduction, produk-produk HPTL bisa menjadi solusi alternatif bagi para perokok dewasa. Dia bahkan mendukung diberikannya insentif untuk produk-produk HPTL agar lebih mudah diakses oleh perokok dewasa agar dapat menurunkan prevalensi merokok.
"Pemerintah harus bisa melihat lebih luas. Kenaikan CHT bisa diimbangi dengan insentif untuk pelaku HPTL yang terus melakukan inovasi agar produknya bisa jauh lebih rendah risikonya. Sehingga perokok dewasa bisa mendapat akses produk rendah risiko," kata Ariyo.
Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah pun menyepakati hal itu. Ia mengatakan, ada urgensi keberadaan regulasi khusus HPTL karena pengguna HPTL yang makin banyak. Kini ditaksir ada sampai 2 juta pengguna HPTL di Indonesia.
"Jumlah pengguna HPTL ini makin banyak sehingga perlu dibuat regulasi tersendiri agar ekosistem industri juga bisa berkembang. Karena produk ini juga merupakan produk yang berbeda dari rokok, sehingga perlu diatur pula secara berbeda," ujar Trubus.(fj)
Related News
Roundtable US-ABC, Menko Airlangga Jabarkan Ekonomi Indonesia
Kupas Tuntas Strategi Indonesia Hadapi Tantangan Ekonomi 2025
Indonesia, Tantangan Pemberantasan Korupsi Butuh Komitmen Pemerintah
Dari CEO Forum Inggris, Presiden Raih Komitmen Investasi USD8,5 Miliar
Menteri LH Ungkap Indonesia Mulai Perdagangan Karbon Awal 2025
Polda Dalami Kasus Kabag Ops Tembak Kasat Reskrim Polres Solok Selatan