Industri Tekstil Terpuruk, Permendag 8/2024 Jadi Biang Masalah
Ilustrasi para pekerja PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) sedang menyelesaikan orderan.dok. Sritex....
EmitenNews.com - Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor biang keladi yang menyengsarakan industri tekstil dalam negeri. Karena itu, Komisaris Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) Iwan S Lukminto berharap ada evaluasi, dan koreksi dari pemerintah.
Dalam keterangannya kepada pers, seperti dikutip Selasa (29/10/2024), Iwan Lukminto mengungkapkan, Permendag 8/2024 yang merugikan banyak pengusaha tekstil, sampai ada yang tutup pabrik. Karena itu, ia meminta pemerintah mengevaluasi aturan tersebut.
"Sangat signifikan gitu. Tapi itu semuanya ke kementerian. Semua regulasi ada di kementerian," imbuhnya.
Merespon keluhan pemilik Sritex soal Permendag 8/2024 itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, yang dikeluhkan Sritex merupakan fakta. Aturan tersebut, urai politikus Partai Golkar itu, memang merugikan industri tekstil RI.
"Ya, apa yang sampaikan oleh pak Iwan benar ya, sudah menjadi isu yang dihadapi oleh industri tekstil. Kalau orang-orang yang menekuni industri manufaktur itu paham betul memang ada problem, dampak dari munculnya penerbitan Permendag 8," bebernya.
Menurut Agus Gumiwang, industri tekstil seperti Sritex bukan hanya menghadapi permasalahan keuangan, dan pasar ekspor yang tengah lesu. Tetapi pentingnya proteksi pada pasar dalam negeri.
Agus mengungkapkan, kalau permasalahan pasar ekspornya sedang lesu, seharusnya pasar dalam negerinya diproteksi. Berpikir logis saja. Ketika industri dalam negeri tidak bisa menemukan pasar global, karena sedang lesu, seharusnya bisa masuk ke pasar domestik dengan nyaman. “Yang jadi taruhan kita kan adalah tenaga kerja.”
"Jadi ya itu saya kira itu suara hati yang terdalam dari seorang pelaku industri berkaitan dengan Permendag 8," tutupnya.
Sementara itu, Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKTF) Reni Yanita mengatakan, terpuruknya industri tekstil tak lepas dari tiga persoalan. Pertama, banjir produk impor setelah pandemi covid-19, perang yang melanda dunia, hingga terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
"Kita harus punya kebijakan tepat untuk industri tekstil kita. Jangan sampai terulang ada kasus-kasus Sritex yang lain. Karena bisnisnya tuh hampir sama masalahnya, tergerus oleh impor yang luar biasa besar setelah covid. Terus ada perang, terus Permendag 8," katanya di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (29/10/2024).
Menurut Reni Yanita, seharusnya ada proteksi, dan terbukanya pasar tekstil di dalam negeri. "Pasti harus ada rumusan yang pas nih. Kalau dari dulu-dulu kita selalu bangga buatan Indonesia, nah ini saatnya kita untuk bangga buatan lokal nih."
Pangsa pasar Sritex adalah 60% untuk ekspor. Namun karena kondisi pasar global kurang baik maka perusahaan berusaha mengalihkan pasarnya ke Tanah Air.
Sayangnya pasar dalam negeri justru sudah diisi oleh produk-produk impor. Menurut Reni, kondisi seperti ini tak hanya dialami Sritex namun oleh perusahaan tekstil lainnya dan industri pakaian jadi. ***
Related News
Harga Emas Antam Hari ini Naik Rp8.000 per Gram
Peringkat idA+ Prospek Stabil Untuk Bank Sumsel Babel dari Pefindo
Produk Perikanan Gorontalo Diekspor Ke-3 Negara, Ini Harapan Gubernur
Bersih-bersih Kementan, Mentan Copot Pegawai Terima Fee Rp700 Juta
Hadapi Tuduhan Dumping, Udang RI ke Amerika Kena Tarif 3,9 Persen
Wujudkan Ketahanan Energi, Pemerintah Optimalkan Pemanfaatan Biodiesel