Investor Abaikan Sinyal Resesi, Indeks Saham Asia Dibuka Beragam
EmitenNews.com - Indeks saham di Asia pagi ini Senin (4/4) dibuka variatif (mixed) dengan kecenderungan melemah meskipun indeks saham utama di Wall Street akhir pekan lalu berakhir menguat.
Secara mingguan, indeks saham utama di Wall Street bergerak datar (flat) dengan DJIA turun tipis 0.1% sementara S&P 500 justru naik tipis 0.1% dan NASDAQ bertambah 0.7%.
"Investor tampak untuk saat ini mengabaikan sinyal resesi yang terbentuk di pasar obligasi, setelah selisih imbal hasil antara surat utang Pemerintah AS bertenor 2 tahun dan 10 tahun semakin menipis, bahkan berubah menjadi negatif untuk pertama kali sejak 2019," ulas analis Phillip Sekuritas, Dustin Dana Pramitha.
Imbal hasil (yield) surat utang Pemerintah AS (US Treasury Note) bertenor 10 tahun berakhir di 2.38%, 6 bps lebih rendah dari yield surat utang Pemerintah AS bertenor 2 tahun yang berada di 2.44%.
Fenomena ini dikenal dengan istilah inversi kurva imbal hasil (Yield Curve Inversion) dan mempunyai sejarah sebagai sinyal awal terjadinya resesi ekonomi dengan 8 resesi ekonomi terakhir sejak 1969 selalu diawali dengan pemunculan fenomena Yield Curve Inversion.
Inversi juga terjadi di bagian lain kurva imbal hasil, seperti yield spread antara surat utang Pemerintah AS bertenor 5 tahun dan 30 tahun yang sudah berubah negatif sejak awal minggu lalu.
Dari sisi makroekonomi, Dustin melihat investor mencerna rilis data pasar tenaga kerja AS yang memperlihatkan tingkat perekrutan pegawai yang tinggi oleh dunia usaha dan kenaikan upah yang tidak cukup tinggi untuk mengimbangi lonjakan inflasi.
Data Non-Farm Payrolls (NFP) AS menunjukkan bahwa ekonomi AS menambah 431,000 pekerja baru selama bulan Maret. Lebih rendah dari estimasi penambahan 490,000 namun menandakan ekspansi selama 15 beruntun pada lapangan tenaga kerja AS.
Tingkat Pengangguran merosot menjadi 3.6%, terendah dalam 2 tahun terakhir dari 3.8% pada bulan Februari. Rata-rata upah per jam (Average Hourly Earnings) naik 5.6% (Y/Y), tidak berubah dari laju pertumbuhan di bulan Februari dan lebih tinggi dari estimasi kenaikan 5.5% (Y/Y).
"Data NFP ini memperkuat ekspektasi bahwa bank sentral AS (Federal Reserve) kemungkinan akan bertindak agresif dalam menaikkan suku bunga acuan untuk menekan lonjakan inflasi," kata Dustin.
Di pasar komoditas, harga minyak mentah dunia memperpanjang tren penurunan pada hari Jumat sehingga secara mingguan kedua jenis minyak mentah, WTI dan Brent, mencatatkan kinerja terburuk sejak April 2020.
Harga minyak mentah mendapat tekanan dari anggota-anggota the International Energy Agency (IEA) yang sepakat untuk bergabung dengan langkah AS dalam mengguyur pasar global dengan cadangan minyak strategisnya. Presiden Joe Biden pada hari Kamis mengumumkan pelepasan 1 juta barel minyak mentah per hari selama 6 bulan mulai dari bulan Mei.
Untuk perdagangan hari ini Phillip Sekuritas memperkirakan IHSG cenderung bullish di rentang 7.045-7.105. Berikut data teknikal saham yang diunggulkan.
BIMA
Short Term Trend : Bullish
Medium Term Trend : Bullish
Trade Buy : 230-234
Target Price 1 : 258
Target Price 2 : 272
Stop Loss : 202
TMAS
Short Term Trend : Bearish
Medium Term Trend : Bullish
Trade Buy : 1620
Target Price 1 : 1755
Target Price 2 : 1885
Stop Loss : 1495
KRAS
Short Term Trend : Bearish
Medium Term Trend : Bearish
Trade Buy : 362-364
Target Price 1 : 382
Target Price 2 : 390
Stop Loss : 346.(fj)
Related News
IHSG Akhir Pekan Ditutup Naik 0,77 Persen, Telisik Detailnya
BKPM: Capai Pertumbuhan 8 Persen Butuh Investasi Rp13.528 Triliun
Hati-hati! Dua Saham Ini Dalam Pengawasan BEI
BTN Raih Predikat Tertinggi Green Building
IHSG Naik 0,82 Persen di Sesi I, GOTO, BRIS, UNVR Top Gainers LQ45
Perkuat Industri Tekstil, Wamenkeu Anggito Serap Aspirasi Pengusaha