EmitenNews.com - Bertambah satu lagi satu tersangka kasus dugaan korupsi PT Timah Tbk. (TINS). Jumat (8/3/2024), Kejaksaan Agung menetapkan ALW, Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 dan Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019-2020 PT Timah sebagai tersangka kasus penyelewengan anggaran yang diduga mencapai Rp271 triliun itu.

Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan satu orang lagi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi timah. Dia adalah ALW selaku Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021; dan Direktur Pengembangan Usaha PT Timah tahun 2019-2020.

Dalam keterangannya yang dikutip Sabtu (9/3/2024), Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, mengungkapkan, ALW menjadi tersangka kasus korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.

Kejagung menjatuhkan status tersangka terhadap ALW itu, usai penyidik memeriksa total 139 orang saksi dalam kasus korupsi di tubuh emiten tambang timah tersebut. 

"Berdasarkan hasil pemeriksaan dan dikaitkan dengan alat bukti yang cukup, Tim Penyidik telah menaikkan status satu orang saksi menjadi Tersangka yakni ALW," kata Ketut Sumedana kepada pers, Jumat (8/3/2024). 

Bertambahnya satu tersangka baru (ALW) itu, maka sejauh ini sudah ada 14 orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi timah tersebut. 

Penyidik Kejagung menduga, ALW bersama tersangka lainnya yakni mantan Dirut PT Timah, Riza Pahlevi; dan mantan Direktur Keuangan PT Timah, Emil Ermindra menyadari pasokan bijih timah yang dihasilkan TINS lebih sedikit dibanding dengan perusahaan smelter swasta lainnya. 

"Hal itu diakibatkan oleh masifnya penambangan liar yang dilakukan dalam wilayah IUP PT Timah Tbk," kata Ketut Sumedana.

Menyadari kondisi tersebut, ALW bersama dua tersangka lainnya yang seharusnya menindak terhadap kompetitor, malah justru menawarkan pemilik smelter untuk bekerja sama. ALW dan tersangka lainnya membeli hasil penambangan ilegal melebihi harga standar yang ditetapkan oleh PT Timah, tanpa melalui kajian terlebih dahulu.

Untuk melancarkan aksinya mengakomodir penambangan ilegal tersebut, Tersangka ALW bersama MRPT dan EE menyetujui membuat perjanjian seolah-olah terdapat kerja sama sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah dengan para smelter.

Bisa ditebak, atas perbuatannya itu, tentu saja negara rugi. Diduga, kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp271 triliun sebagaimana perhitungan ahli dari IPB, berdasarkan kerugian akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.

Karena itu, penyidik menjerat ALW dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Tipikor jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Meski sudah jadi tersangka, penyidik tidak melakukan penahanan terhadap ALW. Pasalnya, saat ini, ALW sedang menjalani penahanan dalam penyidikan perkara lain yang tengah diproses oleh Kejaksaan Tinggi Kepulauan Bangka Belitung. ***