EmitenNews.com - Antam Novambar dalam bidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penyidik KPK mendalami peran Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (Sekjen KKP) itu, dalam kasus suap izin ekspor benih lobster yang menjerat (mantan) Menteri KKP Edhy Prabowo. Pendalaman kasus korupsi itu diperlukan setelah Komisi Antirasuah menyita uang tunai Rp52,3 miliar dalam kasus tersebut.

 

Edhy Prabowo sebelumnya diduga memerintahkan Sekjen KKP agar membuat surat perintah tertulis terkait penarikan bank garansi dari para eksportir kepada Kepala BKIPM (Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan). Selanjutnya Kepala BKIPM memerintahkan Kepala Kantor Balai Karantina Besar Jakarta I Soekarno Hatta untuk menerima jaminan bank tersebut. 

 

Padahal, kepada pers, di Gedung KPK, Senin (15/3/2021), Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengungkapkan, aturan penyerahan jaminan bank tersebut tak pernah ada. Ia mengungkapkan, penyidik bakal konfirmasi lebih lanjut kepada para saksi apakah ada kesengajaan, misalnya dalam konstruksi keseluruhan proses perkara korupsi itu.

 

Soal pemanggilan Antam Novambar untuk diperiksa tim penyidik, Ali menyatakan pihaknya akan melihat perkembangan terlebih dahulu. Menurut dia, yang terpenting uang korupsi telah disita, dan selanjutnya akan dikonfirmasi kepada para saksi. “Siapa yang akan dipanggil untuk dikonrfirmasi dan barang bukti ini, nanti akan kami sampaikan lebih lanjut."

 

KPK menyita uang tunai Rp52,3 miliar dalam kasus suap terkait izin ekspor benih lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang menjerat Edhy Prabowo. Politikus Partai Gerindra itu, kini menghadapi proses hukum. Uang yang disita dari salah satu bank itu, diduga berasal dari para eksportir yang mendapat izin ekspor benur di KKP Tahun Anggaran 2020.

 

Sejauh ini KPK sudah menjerat tujuh tersangka. Selain Edhy Prabowo, ada enam tersangka lainnya. Mereka, Stafsus Menteri KKP Safri (SAF), Pengurus PT Aero Citra Kargo Siswadi (SWD), Staf istri Menteri KKP Ainul Faqih (AF). Lainnya, Stafsus Menteri KKP Andreau Pribadi Misanta (APM), Sespri Menteri KP Amiril Mukminin (AM), Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT).

 

Edhy Prabowo diduga menerima sejumlah uang dari Suharjito, chairman holding company PT Dua Putera Perkasa (DPP). Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster, menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK). Untuk ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor. Perusahaan PT ACK itu diduga satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan mendapat restu dari Edhy Prabowo.

 

Penyidik KPK menemukan, dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri. Agar bisa mengekspor, para calon eksportir diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu. Nah, uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istri, Iis Rosyita Dewi berbelanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp 750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.

 

KPK menduga Edhy Prabowo menerima uang Rp3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya. Selain itu, ia juga disebut pernah menerima USD100 ribu terkait suap. Total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp9,8 miliar. Itulah semua rangkaian yang harus dipertanggungjawabkan secara hukum. ***