EmitenNews.com - Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menegaskan pentingnya pengendalian impor ubi kayu dan produk turunannya guna menjaga keberlanjutan usaha petani dan industri pati ubi kayu nasional. Karena itu, pemerintah segera menerbitkan larangan terbatas (lartas) untuk komoditas ubi kayu dan produk turunannya dalam waktu dekat.

“Kita akan segera terbitkan lartas tepung tapioka, jika produksi dalam negeri dapat terpenuhi maka impor tidak diperbolehkan lagi. Ini keputusan sangat strategis, perintah langsung dari Bapak Presiden,” jelas Mentan Amran usai memimpin Rapat Koordinasi Teknis Pembahasan Usulan Lartas Impor Ubi Kayu dan Produk Turunannya di Kantor Pusat Kementan, Jumat (19/9).

Indonesia tercatat sebagai produsen ubi kayu terbesar kelima dunia pada tahun 2022. Selama lima tahun terakhir (2020–2024), rata-rata produksi nasional mencapai 15,7 juta ton dengan luas tanam 611 ribu hektare, luas panen 602 ribu hektare, dan produktivitas 261,71 kuintal per hektare. Adapun capaian produksi tahun 2024 sebesar 15,2 juta ton.

Namun, impor ubi kayu pada 2024 tetap tinggi, terutama dalam bentuk cassava starch (pati ubi kayu) dengan volume 300 ribu ton yang mayoritas berasal dari China dan Thailand. Harga impor yang lebih murah membuat industri dalam negeri tidak kompetitif dan menekan harga ubi kayu di tingkat petani.

Pengendalian impor diyakini akan menggairahkan rantai pasok ubi kayu dalam negeri, meningkatkan produksi, serta memperkuat kemitraan petani dan industri. Kapasitas produksi pati ubi kayu yang saat ini baru 46,9 persen diproyeksikan naik hingga 95 persen jika kebijakan lartas diterapkan.

“Kami sudah komunikasi dan lapor ke Mendag, Menko Pangan serta Menko Perekonomian. Mudah-mudahan hari ini kebijakan Lartas dalam bentuk Permendag terkait ubi kayu keluar, paling lambat hari Minggu atau Senin,” ungkap Mentan Amran.

Selain itu kebijakan penetapan harga atas ubikayu juga akan diterapkan sehingga ini akan memperpendek rantai distribusi, menjamin pasokan bahan baku, dan menghasilkan produk berkualitas untuk kebutuhan dalam negeri.

“Kita ingin bagaimana petani tersenyum tapi konsumen bahagia dan produsen untung. Tidak ada yang kita korbankan satupun. Tiga-tiganya harus kita jaga dan bahagia,” tambahnya.

Dukungan terhadap kebijakan ini juga datang dari pemerintah daerah, asosiasi petani, hingga pelaku industri. Gubernur Lampung Rahmat Mirzanj Djausal menegaskan Lampung sebagai penyumbang 70 persen produksi ubi kayu nasional turut terdampak oleh turunnya harga tapioka dunia dan derasnya impor.

“Keluhan ini langsung ditanggapi oleh Mentan Amran untuk segera menutup impor tepung tapioka dari luar sehingga tentunya secara simultan akan menaikan harga singkong di seluruh Indonesia,” jelas Rahmat.

Dalam berbagai kesempatan, Presiden Prabowo menegaskan komitmen pemerintah untuk melindungi petani sebagai ujung tombak ketahanan pangan nasional. Presiden juga menyerukan seluruh pihak, baik kementerian, pelaku industri, maupun masyarakat, untuk bersama-sama mendukung petani.

Langkah ini diharapkan menjadi titik balik bagi kebangkitan semangat petani singkong, memperkuat posisi tawar mereka di pasar, serta mempercepat program hilirisasi nasional berbasis komoditas lokal yang berkelanjutan.(*)