Kemnaker Minta Michelin Tak Jadikan PHK Sebagai Pilihan Pertama
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengingatkan manajemen PT Multistrada Arah Sarana (MAS), produsen ban Michelin di Indonesia, agar Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tidak dijadikan langkah pertama dalam menghadapi tekanan ekonomi global. (Foto: Dok Kemnaker)
EmitenNews.com - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) meminta manajemen PT Multistrada Arah Sarana (MAS), produsen ban Michelin di Indonesia, tidak menjadikan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebagai langkah pertama dalam menghadapi tekanan ekonomi global. Pemerintah mendorong dilakukannya dialog bipartit antara manajemen dan pekerja untuk mencari solusi bersama yang adil dan berimbang.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Afriansyah Noor menyampaikan hal tersebut usai menggelar pertemuan dengan pihak manajemen dan Pimpinan Unit Kerja (PUK) MAS di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Senin (10/11/2025).
“Kami minta kedua belah pihak mengedepankan dialog bipartit antara manajemen dan pekerja terkait rencana PHK terhadap 280 karyawan. PHK harus menjadi opsi terakhir, bukan langkah pertama,” tegas Afriansyah.
Menurut data awal, sebanyak 280 dari 2.800 total pekerja akan terdampak pengurangan tenaga kerja yang direncanakan mulai 30 November 2025.
Afriansyah menekankan agar perusahaan swasta, termasuk industri manufaktur besar, terus mencari langkah adaptif tanpa mengorbankan hak pekerja. Ia juga menegaskan bahwa pemerintah masih berfokus memperkuat perekonomian nasional guna menekan angka pengangguran dan memperluas kesempatan kerja.
“Kalau pun PHK tidak bisa dihindari karena faktor global, kami menghormati kebijakan perusahaan. Tapi kami berharap MAS tetap memberikan kontribusi dan menjaga hubungan industrial yang harmonis di Indonesia,” ujarnya.
Presiden Direktur MAS Igor Zyemit menjelaskan bahwa kebijakan efisiensi tenaga kerja yang direncanakan merupakan bagian dari penyesuaian strategis terhadap kondisi pasar global yang tengah menantang.
“Dua tahun terakhir industri ban dunia menghadapi tekanan berat, termasuk dampak kebijakan tarif baru dari Amerika Serikat yang mempengaruhi daya saing ekspor. Kami tetap berupaya menjaga kesejahteraan pekerja, namun penyesuaian ini diperlukan demi keberlangsungan jangka panjang,” ungkap Igor.
Sementara itu, Ketua PUK MAS Guntoro meminta perusahaan mencabut surat PHK dan skorsing yang telah diterbitkan, serta mempekerjakan kembali karyawan terdampak sebelum negosiasi dimulai. “Setelah itu baru kita bisa duduk bersama membahas mekanisme pengurangan pekerja secara adil,” katanya.
Hasil pertemuan kemudian menghasilkan tiga kesepakatan awal, yakni: Pihak perusahaan siap membatalkan atau meninjau ulang surat PHK yang sudah diterbitkan, Pelatihan dan peningkatan kompetensi akan diberikan kepada pekerja terdampak sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan, dana Proses dialog bipartit antara manajemen dan serikat pekerja segera dimulai untuk mencari solusi bersama.
Wamenaker Afriansyah menegaskan, Kementerian Ketenagakerjaan akan mengawal proses mediasi dan komunikasi antara kedua pihak, agar rencana restrukturisasi perusahaan tidak menimbulkan gejolak sosial maupun ekonomi di daerah industri Bekasi. “Kami akan terus memantau agar hak-hak pekerja terpenuhi dan komunikasi industrial berjalan sehat. Pemerintah berpihak pada dialog, bukan konfrontasi,” tegasnya.
Langkah Kemnaker ini menjadi bagian dari upaya pemerintah menjaga keseimbangan antara keberlangsungan industri dan perlindungan tenaga kerja, di tengah tantangan ekonomi global yang kian kompleks.(*)
Related News
IHSG Melemah 0,29 Persen, Sektor Ini Penekannya
Sekjen ITUC Apresiasi Kebijakan Ketenagakerjaan Indonesia
Berada di 5 Besar, Indonesia Kejar Empat Besar Produsen Keramik Dunia
Didominasi Impor, Utilisasi Industri Refraktori Mentok di 33,78 Persen
Wujudkan Hunian Layak, Indocement Dorong Energi Alternatif
Mentan: Tahun ini Hampir Pasti Tak Ada Impor Beras





