EmitenNews.com - Ternyata, oh ternyata, tarif dagang yang kini dibebankan Amerika Serikat terhadap sejumlah produk ekspor RI, lebih besar dari pada 32 persen. Dalam proses negosiasi bilateral yang tengah berlangsung di Washington DC, AS, terungkap bahwa tarif masuk produk-produk unggulan RI kini bisa mencapai hingga 47 persen. Itu yang sesungguhnya telah terjadi setelah kebijakan tarif tambahan diberlakukan oleh Paman Trump.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, tarif dasar yang dikenakan untuk produk Indonesia, seperti tekstil, garmen, hingga alas kaki sebelumnya berkisar antara 10% hingga 37%. Namun dengan tambahan tarif 10% yang mulai diberlakukan sejak awal April 2025, total bea masuk menjadi 20% hingga 47%. Tergantung jenis produknya.

"Kondisi ini membuat beban ekspor kita meningkat drastis. Pembeli di AS bahkan meminta agar beban biaya tambahan ini bisa dikompensasi dari sisi Indonesia. Bukan sepenuhnya dibebankan ke mereka," kata Menko Airlangga Hartarto dalam konferensi pers dari Washington melalui daring, Jumat (18/4/2025).

Dalam pertemuan dengan US Trade Representative dan Departemen Perdagangan AS, Indonesia menegosiasikan skema baru demi menciptakan perdagangan yang lebih adil dan seimbang. 

Beberapa tawaran yang diajukan Indonesia untuk meredakan dampak tarif tersebut antara lain peningkatan pembelian energi dari AS LNG, sweet crude oil, impor produk agrikultur seperti gandum.

Lalu, fasilitasi investasi perusahaan-perusahaan AS di Indonesia, kerja sama di sektor mineral strategis dan rantai pasok, dan penguatan kolaborasi bidang pendidikan, teknologi, ekonomi digital hingga layanan keuangan.

Negosiasi berlangsung konstruktif. Kedua negara sepakat menyelesaikan perundingan dalam waktu 60 hari. Telah disepakati pula kerangka kerja sama berupa format kemitraan perdagangan dan investasi yang akan difinalisasi melalui 1-3 putaran pertemuan lanjutan.

Selain Indonesia, negara-negara seperti Jepang, Italia, dan Vietnam juga tengah menjalin dialog serupa dengan AS menyusul kebijakan tarif baru yang dirancang oleh Presiden AS Donald Trump. Indonesia merupakan negara yang lebih dulu melakukan negosiasi mengenai tarif AS ini.

Kebijakan tarif tambahan sebesar 10% yang diberlakukan pemerintahan Presiden Donald Trump dipastikan memberi tekanan besar terhadap ekspor Indonesia. Pemerintah menyebut ada dua sektor utama yang terdampak paling signifikan, yakni industri padat karya dan perikanan.

Salah satu anggota tim negosiasi dari Indonesia, yaitu Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari Elka Pangestu menyatakan, sektor garmen dan alas kaki, yang masuk dalam kategori industri padat karya menjadi yang paling rentan terdampak. Sektor ini selama ini menyerap jutaan tenaga kerja dan menjadi salah satu kontributor ekspor terbesar ke Amerika.

"Industri padat karya seperti garmen dan alas kaki serta sektor perikanan seperti udang menjadi fokus karena menciptakan lapangan kerja dalam jumlah besar dan berisiko terdampak langsung oleh tarif baru," kata Mari Pangesti dalam konferensi pers bersama Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dari Washington, Jumat (18/4/2025).

Tambahan bea masuk ini membuat total tarif produk Indonesia ke AS bisa mencapai hingga 47%, dan bisa menjadikannya tidak kompetitif dibandingkan negara pesaing seperti Vietnam atau Bangladesh. Untuk merespons kondisi ini, pemerintah tengah menyiapkan, satgas Tenaga Kerja dan PHK, guna mengantisipasi potensi gelombang pemutusan hubungan kerja.

Pemerintah juga menyiapkan paket deregulasi komprehensif untuk menekan biaya ekonomi tinggi dan meningkatkan efisiensi industri terdampak. Langkah negosiasi tarif juga disiapkan agar produk unggulan Indonesia mendapatkan perlakuan yang setara dengan negara pesaing. ***