EmitenNews.com - Keluhan kalangan pekerja atas tingginya ongkos transportasi mendapat tanggapan kalangan dewan. Wakil Ketua Komisi V DPR RI Andi Iwan Darmawan Aras mendorong desain ulang integrasi moda transportasi terkait tingginya biaya transportasi masyarakat. Komisi Perhubungan DPR berpendapat masalah itu harus segera ditangani, karena membebani masyarakat pekerja.

Tingginya biaya transportasi yang dialami masyarakat di kota-kota besar, dampak dari belum terbangunnya sistem transportasi umum yang terintegrasi dan efisien. Karena itu, perlu ada desain ulang sistem integrasi transportasi.

“Masalah ini tidak bisa diatasi dengan pendekatan sektoral yang terpisah-pisah. Pemerintah perlu melakukan desain ulang sistem integrasi moda transportasi secara sistemik dan berdasarkan kebutuhan pengguna,” kata pimpinan Komisi Perhubungan DPR itu, dalam keterangannya, Senin (11/8/2025).

Andi Iwan Darmawan Aras menekankan pentingnya pemetaan jalur first mile dan last mile secara menyeluruh, serta memastikan keterhubungan antara moda pengumpan dan moda utama. Semuanya harus terintegrasi dalam satu sistem yang ramah bagi pengguna jasa transportasi dan tentunya dengan harga terjangkau.

"Pemetaan jalur first mile dan last mile perlu dilakukan secara menyeluruh. Yang tidak kalah penting adalah memastikan moda pengumpan dan moda utama benar-benar terhubung dalam satu sistem yang ramah pengguna, mudah diakses, dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat,” ujarnya.

Penguatan peran pemerintah daerah dalam perencanaan transportasi lintas kawasan, juga perlu didorong. Termasuk pentingnya sinergi antarkementerian dan BUMN sektor transportasi.

Untuk itu, subsidi transportasi sebaiknya tidak hanya difokuskan pada tarif utama seperti kereta atau BRT (Bus Rapid Transit), tetapi juga mencakup biaya akses ke dan dari moda tersebut agar ekosistem transportasi menjadi lebih inklusif.

Komisi V yang membidangi Perhubungan memastikan akan terus mengawal proses perencanaan dan penganggaran Pemerintah dalam sektor tersebut. Hal itu perlu dilakukan agar reformasi transportasi tidak hanya terbatas pada pembangunan infrastruktur fisik.

Hasil Survei Biaya Hidup BPS Tahun 2018 menunjukkan bahwa pengeluaran transportasi atau jasa angkutan umum (angkot) berkontribusi hingga 12,46 persen dari total biaya hidup masyarakat. Padahal, menurut standar Bank Dunia, pengeluaran ideal untuk transportasi seharusnya tidak melebihi 10 persen dari total penghasilan.

Data BPS menyebutkan, kota-kota penyangga ibu kota seperti Bekasi dan Depok menanggung beban biaya transportasi paling berat. Rata-rata pengeluaran transportasi bulanan di Bekasi mencapai Rp1,9 juta, diikuti Depok Rp1,8 juta, Surabaya Rp1,6 juta.

Lainnya Jakarta Rp1,59 juta, dan Bogor Rp1,2 juta. Selain itu, kota-kota lain seperti Batam, Makassar, Jayapura, hingga Balikpapan juga tercatat memiliki biaya transportasi yang tinggi, berkisar antara Rp900 ribu hingga Rp1,1 juta per bulan. 

Alhasil dengan pengeluaran yang mencapai sepertiga dari penghasilan bulanan kebanyakan pekerja itu, melahirkan koor panjang. Pemerintah diminta mencari jalan keluar, agar masyarakat pekerja tidak menghabiskan anggaran gajinya sebagian besar untuk ongkos transportasi. ***