Untuk target kontrak di tangan atau backlog di akhir tahun 2021 di atas USD 1 miliar. Kami akan akhiri 2022 dengan kontrak di tangan masih tersisa USD990 juta. Artinya ada penambahan kontrak baru di 2022 ini,” jelasnya dalam kesempatan yang sama.  

 

Hanifa mengungkapkan, selain tetap menjalankan kontrak pertambangan batubara, di tahun ini Petrosea juga menggarap proyek dari pertambangan mineral seperti bauksit dan beberapa proyek nikel. 

 

Di tahun ini kenaikan harga sejumlah komoditas masih terus berlanjut. Hanifa mengakui, pihaknya merasakan adanya permintaan penambahan volume produksi. Namun dengan masih adanya hambatan rantai pasok imbas pandemi Covid-19, membuat dampak kenaikan harga komoditas ini tidak paralel atau tidak sama besarnya dengan peningkatan dari sisi kontrak.  

 

Di sisi lain, meskipun permintaan di sektor penambangan batubara naik signifikan,  Petrosea mengklaim tidak serta merta menerima semua peluang tersebut. Kami sebagai owner dan developer bukan hanya kontraktor dapat memposisikan diri memberikan solusi lebih luas untuk menghadirkan Petrosea yang sesuai dengan bisnis model yang baru.  

 

"Strategi yang telah dirintis Petrosea sejak 2019 tercermin dalam 3D yakni Diversifikasi, Digitalisasi, dan Dekarbonisasi. Ke depannya, Petrosea akan mendorong proyek pertambangan mineral yang esensial dalam proses transisi energi menuju energi baru terbarukan (EBT)," tutup Hanifa.