EmitenNews.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 disusun dengan semangat optimisme dan penggunaan instrumen fiskal yang cukup prudent, namun tetap melihat risiko ketidakpastian yang mungkin meningkat.


“Maka satu tarikan nafas adalah optimis namun waspada. APBN akan tetap sebagai instrumen shock absorber dan memitigasi risiko, baik risiko terhadap pembiayaan maupun risiko dari sisi kenaikan cost of fund,” ucap Menkeu saat menyampaikan Asumsi Dasar Ekonomi Makro dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR di gedung DPR, Jakarta, Rabu (31/08).


Hal itu didasari oleh optimisme terhadap momentum pemulihan ekonomi Indonesia saat ini yang terlihat cukup kuat, yaitu ditandai dengan penguatan indeks penjualan riil, Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur yang ekspansif, serta peningkatan konsumsi listrik di sektor produktif yang mencapai 25,9 persen pada Juli 2022.


“Ini artinya kegiatan Ekonomi dari sisi bisnis dan produksi terutama manufaktur bener-bener karena konsumsi listriknya mencapai dobel digit. Nggak mungkin pertumbuhan listrik yang tinggi kalau tidak ada kegiatan ekonomi,” ucap Menkeu.


Menkeu juga menyampaikan bahwa momentum pemulihan ekonomi saat ini berperan penting dalam mendorong penurunan angka kemiskinan dan pengangguran, juga meningkatkan volume kredit usaha rakyat (KUR).


Sri Mulyani menyebut penyaluran KUR yang tahun 2022 ini sekitar Rp285 triliun ditargetkan akan menembus angka Rp300 triliun bahkan mendekati ke 380 triliun pada 2023. "Tentu konsekuensinya subsidi bunga nanti juga akan meningkat,” ucapnya.


Ia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif stabil di angka 5,2 persen hingga akhir tahun 2022.


“Tahun depan seperti yang disampaikan di dalam nota keuangan, pertumbuhan ekonomi di proyeksikan di 5,3. Meskipun kalau kita lihat secara hati-hati tahun 2023, ada tendensi revisi kebawah terhadap proyeksi ekonomi,” terang Menkeu.


Dari sisi manufaktur dan perdagangan juga diperkirakan masih akan cukup kuat. Begitu pula dari sisi penerimaan pajak di prediksi relatif stabil dan kuat meskipun dihadapkan pada ketidakpastian.


“Namun kita harus melihat sektor-sektor yang terkena scarring efek lebih dalam akibat pandemi seperti konstruksi, transportasi dan akomodasi mungkin baru akan mulai pulih secara cukup baik pada tahun 2023. Tentu kalau tidak terpengaruh oleh situasi Global yang memang masih sangat dinamis,” lanjut Menkeu.


Sementara, tingkat suku bunga Surat Utang Negara (SUN) 10 tahun diproyeksikan berada diangka 7,9 persen pada tahun 2023 seiring dengan risiko ketidakpastian pasar keuangan dan berlanjutnya pengetatan moneter global. Serta pergerakan harga minyak juga diprediksi masih sangat volatile namun cenderung menurun.


“Kenaikan suku bunga oleh Amerika, Eropa, dan Inggris pasti akan memberikan imbas kepada pasar obligasi global termasuk ke Indonesia. Sementara, pergerakan harga minyak yang volatile tahun depan mungkin dinetralisir dengan forecast pertumbuhan ekonomi yang relatif melemah atau soften,” terang Menkeu.(fj)