EmitenNews.com -Di tengah pelemahan nilai tukar USD dan penurunan imbal hasil (yield) surat utang Pemerintah AS (US Treasuries), Indeks saham di Asia sore ini Jumat (15/12) di tutup menguat dengan indeks MSCI Asia Pasifik di luar Jepang mencapai level tertingginya dalam empat bulan.

Investor melakukan kalibrasi ulang pandangan mereka untuk tahun depan pasca sinyal penurunan suku bunga acuan oleh bank sentral AS (Federal Reserve) dan sejumlah data belakangan ini yang memberi indikasi inflasi di negara-negara maju sudah bisa di kendalikan tanpa harus melalui resesi ekonomi. 

Investor hari ini juga mencerna rilis sejumlah data ekonomi Tiongkok yang memperlihatkan aktifitas pabrikan (Industrial Production) keluar lebih baik dari ekspektasi. Namun sejumlah data ekonomi yang lain seperti Penjualan Ritel (Retail Sales) justru keluar lebih buruk dari ekspektasi, sebuah indikasi pemulihan ekonomi pasca pandemik COVID-19 belum terlalu solid.

Industrial Production tumbuh 6.6% Y/Y di bulan November, terbesar sejak February 2022, menyusul pertumbuhan 4.6% Y/Y di bulan Oktober dan lebih tinggi dari ekspektasi pasar yang naik 5.6%.

Penjualan Ritel naik 10.1% Y/Y di bulan November, tertinggi sejak bulan Mei, lebih cepat dari kenaikan 7.6% Y/Y di bulan sebelumnya namun masih di bawah ekspektasi pertumbuhan 12.5%.

Data House Price Index memperlihatkan bahwa harga rumah yang baru di bangun di Tiongkok turun 0.2% Y/Y di bulan November sehingga memperpanjang rangkaian penurunan menjadi lima bulan beruntun seiring masih lemahnya permintaan meskipun berbagai kebijakan sudah di luncurkan Pemerintah Tiongkok untuk mendongkrak permintaan.

Lebih lanjut, Investasi Aset Tetap (Fixed-Asset Investment) meningkat 2.9% Y/Y selama 11M23 atau sama dengan laju peningkatan di periode yang sama tahun lalu namun lebih rendah dari ramalan pasar yang naik 3.0%.

Dari sisi moneter, bank sentral Tiongkok (PBOC) menyuntikkan likuiditas ke dunia perbankan melalui Medium-term Lending Facility (MLF) dan mempertahankan suku bunga MLF bertenor 1 Tahun di 2.5%.

Dari dalam negeri, surplus Neraca Perdagangan Indonesia turun menjadi USD2.41 miliar di bulan November dari USD5.10 miliar pada periode yang sama tahun lalu dan lebih rendah dari ekspektasi pasar yang surplus sebesar USD3.05 miliar.

Ini adalah surplus Neraca Perdagangan terkecil sejak bulan Juli karena Ekspor anjlok 8.56% Y/Y sementara Impor naik 3.29% Y/Y. Selama 11M23, Ekspor menyusut 11.83% dan Impor tumbuh 6.80%.